Jakarta, Aktual.com – Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) meminta masyarakat memahami bahwa keinginannya untuk memberikan ekspor konsentrat tidak berlaku pada semua komoditas tambang, namun melainkan pada komoditas tertentu yang memang belum memungkinkan untuk dilakukan hilirisasi pada saat ini.
Untuk itu katanya, melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 merupakan sebuah jalan solusi supaya komoditas yang belum merampungkan smelter agar tetap berproduksi dengan memberikan relaksasi izin ekspor.
Saat ini tambahnya, pemerintah sedang memilah-milah komoditas mana saja yang belum ada turunannya untuk diakomodir dalam rencana revisi PP tersebut.
“Mengenai PP Minerba relaksasi, itu tidak semuanya sama. Misalnya nikel, nikel itu kami lihat sekarang ternyata sudah sampai turunan stainless steel. Jadi kita tidak perlu untuk ekspor lagi. Kita hitung. Ada kadar 1,7 ternyata disini sudah ada smelternya. Maka dari itu, kita sekarang lagi menghitung mana saja yang kita kasih relaksasi dengan biaya ekspor lebih tinggi. Dan dia harus memenuhi kewajibannya untuk membangun smelter. Tiga sampai lima tahun harus selesai,” kata LBP yang juga merupakan kader Golkar, Rabu (12/10).
Mengenai hal ini, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) memastikan akan memperkarakan ke jalur hukum jika pemerintah memaksakan kebijakan revisi atas PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut.
Sikap penolakan ini karena JATAM melihat upaya revisi itu akan memberikan penambahan tenggang waktu pembangunan smelter dan akan kembali melakukan izin perpanjangan relaksasi komoditas galian mentah yang bertentangan dengan UU Minerba No 04 tahun 2009
“Sebenarnya PP 1 Tahun 2014 ini telah bertentangan denga UU Minerba, tapi dengan revisi ini semakin melanggengkan relaksasi dan semakin lama memberi waktu hilirisasi, maka tentu kami akan gugat,” kata Manager Kampanye JATAM, Ki Bagus Hadikusuma
Laporan: (Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka