Dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla - Perbaikan penegakan Hukum. (ilustrasi/aktual.com)
Dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla - Perbaikan penegakan Hukum. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengucapkan selamat atas bertahannya rezim pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk memimpin di tengah banyak skandal hukum dan hak asasi manusia yang belum terselesaikan dengan baik hingga hari ini.

KontraS mencatat selama kepemimpinan Presiden Jokowi tidak ada suatu pencapaian penting, signifikan bahkan membawa terobosan dalam memperkuat agenda penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia di Indonesia.

“Kecerobohan dan ketidakkonsistenan pemerintahan ini tidak banyak berubah jika kita bandingkan dengan periode awal pemerintahan ini berjalan (20 Oktober 2014-20 Oktober 2015); di mana KontraS juga telah memberikan kritik dan evaluasi keras,” tegas Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, dalam keterangan tertulisnya, ditulis Minggu (23/10).

Diingatkan bahwa hak asasi manusia bukanlah suatu topik yang mengawang-awang. HAM melekat pada banyak agenda konkret negara seperti pembangunan, hukum, akses atas keadilan, akses informasi, partisipasi publik, kesetaraan perempuan, perlindungan kelompok-kelompok rentan dan lain sebagainya.

Untuk itu adalah suatu kemustahilan apabila Presiden Joko Widodo menempatkan isu HAM sebagai isu pelengkap semata. Isu pelengkap tersebut diperkuat ketika Presiden baru-baru saja mengumpulkan tidak kurang dari 20 pakar hukum dan HAM pada bulan September 2016 untuk memberikan masukan penataan kelembagaan hukum dan HAM termasuk isu korupsi di dalamnya.

“Tindakan tersebut tidak berarti apa-apa selain makan sore, seremonial dan ikut prihatin atas masalah publik tanpa hasil konkret,” jelas Haris.

Menggunakan tiga alat ukur akuntabilitas hak asasi manusia dan penegakan hukum yang dikembangkan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Yakni kemampuan negara untuk bertanggung jawab, kemampuan negara untuk memberikan rasionalisasi atas setiap kebijakan yang diputuskan dan kemampuan negara untuk menggunakan mekanisme koreksi dalam rangka penegakan hukum.

Dari tiga alat ukur tersebut, KontraS menekankan semestinya Presiden Joko Widodo memiliki beban untuk mempertanggungjawabkan setiap ucapan, keputusan dan tindakan yang ia lakukan sepanjang 2 tahun masa pemerintahannya.

Akan tetapi, gaya kepemimpinan Presiden justru masih tetap mempertahankan politik pencitraan dan festival selfie. Dicontohkan bagaimana dalam suatu kegiatan ke Merauke beberapa waktu lalu.

“Rangkaian seremoni yang menunjukkan bahwa Presiden dan para pembantunya nampak bekerja namun padahal mereka hanya ingin meraih hati publik. contoh: Presiden Widodo datang ke Merauke dan menanam kapsul impian tanpa makna,” ucap Haris.

Presiden Jokowi dalam catatan KontraS juga tidak berhasil menghubungkan agenda politiknya dengan semangat kesejahteraan rakyat yang harus diperkuat. Obsesi Presiden Widodo atas kemegahan pembangunan, infrastruktur dan kedaulatan Indonesia nampaknya akan bertahan hingga tahun 2019.

“Disetiap tahunnya ia (Presiden) akan berusaha keras untuk memenangkan hati publik dengan cara-cara instan dan kilat.

Haris menyatakan bahwa KontraS bersama elemen masyarakat peduli HAM akan terus memperjuangkan penegakan hukum dan HAM. Yakni dengan terus menagih janji pemerintah bahwa melindungi HAM adalah watak pembeda pemerintahan hari ini dengan rezim otoritarian Orde Baru.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby