Jakarta, Aktual.co — Selasa (3/3), petang itu Ketua pelaksana tugas (plt) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiquerahman Ruki, mengungkapkan adanya ‘penundaan’ perkara yang terjadi di lembaga anti rasuah. Tak Tanggung-tanggung, sebanyak 36 kasus yang belum tuntas ‘diwariskan’ Abraham Samad Cs.
Ruki pun tak ragu mengkritisi kinerja para penyidik KPK. Ia mengatakan, kekurangan SDM yang kerap digunakan para komisioner KPK selama ini tidak dapat dibenarkan.
Sebaliknya menurut dia, penyebab utama yang membuat banyaknya kasus yang belum terselesaikan, adalah karena KPK periode ini terlalu terburu-buru menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Bukan penyidiknya kurang. Tapi karena ketergesa-gesaan menetapkan perkara menjadi penyidikan,” kata dia.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan kinerja atas pengelolaan fungsi penindakan tindak pidana korupsi tahun 2009-2011 di KPK, yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada laporan ini, memang menumpuknya kasus tersebut, sesuai dengan Rencana Strategi (Renstra) para pimpinan KPK.
Abraham Samad cs, lebih memprioritaskan jumlah kasus yang ditangani ketimbang menguliti sebuah kasus.
“Pada periode 2009-2011 penetapan indikator kinerja masih bersifat besaran kuantitatif daripada kualitatif dalam bentuk kompleksitas kasus atau perkara yang ditangani. Hal ini berpotensi mendorong pelaksana KPK untuk lebih mengutamakan pencapaian target penanganan jumlah kasus/perkara, daripada penekanan pada penyelesaian kasus atau perkara yang kompleks,” demikian bunyi laporan BPK sebagaimana yang didapatkan Aktual.co.
Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto, sempat pula mengindikasikan untuk tidak menangani kasus yang kompleks. Rencana menghentikan Kasus yang melibatkan mantan Bendahara Umum (Bendum) M Nazaruddin misalnya.
BW yang kini berstatus tersangka di Bareskrim Polri, menyebut penanganan kasus menjadi dilema tersendiri, sebab ada kasus lain yang mesti ditindaklanjuti KPK.
“Kalau sebagian kami menginginkan sudah, berhenti dulu. Apakah fair kalau dia (Nazaruddin) dituntut berulang kali? jadi nanti dibuka lagi pengadilan, buka lagi sprindik, dilemanya disitu sebenarnya,” ujar dia, Kamis (29/1).
Dalam laporan BPK tersebut, ditemukan pula ketimpangan antara jumlah proses penyidikan dengan pelimpahan berkas ke penuntutan. BPK mengambil sample Sprindik yang dikeluarkan pada 2009-2011 dengan penuntutan 2009-2011.
“Diketahui bahwa jumlah perkara di penuntutan menurun dari 63 perkara tahun 2009, 55 perkara di Tahun 2010, dan 45 kasus di 2011. Namun dari jumlah tersebut, Surat Perintah yang diterbitkan tahun berjalan meningkat dari 34 perkara Tahun 2009, 32 perkara Tahun 2010, dan 40 perkara Tahun 2011. Perbedaan antara trend jumlah penuntutan dengan trend jumlah Surat Perintah Penuntutan akibat semakin menurunnya banyaknya pekerjaan sisa tahun sebelumnya,”
Para penyidik pun membutuhkan waktu tiga sampai 1 tahun untuk menyelesaikan berbagai perkara.
Pada proses penyidikan ini, BPK pun menemukan beberapa kelemahan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pada proses penyidikan KPK. Salah satunya,” SOP Penyidikan hanya mengatur secara umum kegiatan penting berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan KPK dalam penyidikan,”
“Kebijakan Pimpinan KPK yang belum optimal mendorong percepatan pemberlakuan prosedur kerja dan perbaikan pengelolaan prosedur kerja dalam aspek perencanaan, pengembangan, penerapan, pemantauan dan evaluasi, serta aspek legalitasnya dalam bentuk pengesahan prosedur kerja secara memadai,” bunyi laporan BPK.
Padahal menurut Ruki, semestinya ada aturan yang jelas soal waktu penanganan sebuah perkara. Dalam sebuah diskusi disalah satu stasiun televisi, Ruki mengungkap tidak adanya aturan soal waktu yang diperlukan KPK dalam memproses seorang tersangka.
Salah satu contoh yang ia ambil yakni, penanganan perkara mantan ketua BPK, Hadi Poernomo, dimana sejak ditetapkan sebagai tersangka 21 april 2011, berkas perkaranya belum juga dilimpahkan ke pengadilan.
“Kami dulu (pimpinan KPK Jilid I) tidak pernah menahan orang lebih dari 20 hari, begitu dulu kita jadikan tersangka, 20 hari sudah sampai pengadilan, begitu kita mengatur,” kata Ruki
“Kalau sampai 100 hari atau sampai berulang tahun apa bedanya kita (KPK) dengan Kejaksaan dan Kepolisian?,” kata dia.
Untuk diketahui, sejumlah kasus yang belum dituntaskan KPK hingga ke pengadilan, beberapa diantaranya yakni, Kasus Innospec (sejak 2011), Kasus Hadi Poernomo, Kasus Suryadharma Ali, Kasus Jero Wacik.
Taufiqurahman Ruki punya jawaban sendiri. Dimana ia menduga, pimpinan KPK sebelumnya, tidak memahami betul bahwa setelah penetapan tersangka, proses yang harus dilalui hingga tahap penuntutan masih panjang.
“Karena pernyataan penetapan tersangka atau seseorang menjadi tersangka itu adalah berita yang sangat menarik untuk pers layak dijadikan panggung,” kata Ruki.
Untuk selengkapnya, baca majalah Aktual edisi 32
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby