“Jadi mestinya, pemerintah melihat pengelolaan utang itu bukan semata-mata menutupi fiscal gap, tapi juga untuk mendorong perekonomian,” jelasnya.
Karena jika otak pemerintah hanya berpikir untuk menutup fiscal gap, maka pemerintah akan cenderung menggunakan pendekatan instan dalam pembiayaan utang seperti selalu menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN).
“Padahal, jika pemerintah doyan mengeluarkan SBN, akan menimbulkan efek crowding out. Karena justru memicu perang suku bunga perbankan dan pengetatan likuiditas,” tandas Imad.
Kondisi itu terlihat, kata dia, dari adanya perang suku bunga yang membuat suku bunga deposito perbankan tetap di level tinggi, meski suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate diturunkan beberapa kali.
“Untuk itu, pengelolaan utang harus berperspektif pada pembiayaan pembangunan. Bukan semata-mata hanya menutupi fiscal gap. Sehingga perlu ada mekanisme di mana utang hanya bisa diterbitkan untuk membiayai proyek pembangunan, bukan untuk tutupi fiscal gap,” pungkas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka