Fadli Zon

Jakarta, Aktual.com – Wacana pemerintah menyerahkan 4.000 pulau untuk pengelolaan dalam rangka penamaan kepada negara asing terus menuai kritik.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon misalnya. Ia tegas menolak wacana pemerintah melalui Menteri Kordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meski dalam rangka meningkatkan pendapatan negara.

Ia menilai, secara substansi Indonesia memang terbuka terhadap investasi asing di berbagai sektor yang diizinkan oleh undang-undang (UU), termasuk sektor pariwisata. Namun, jangan kemudian pemerintah mengabaikan harga diri bangsa.

”Namun, menyerahkan pemberian nama-nama pulau kepada pihak asing sebagai bagian dari iming-iming investasi bukanlah hal yang bijak. Bayangkan kalau pulau itu dinamakan nama-nama yang tak pantas seperti Pulau Hitler atau Pulau Escobar,” kata Fadli, di Jakarta, Kamis (12/1).

Masih kata Fadli, dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Indonesia tak mengenal hak pengelolaan pulau. UU itu, sambung dia, hanya mengenal Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3), yaitu hak pengelolaan atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan.

Serta usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, baik yang berada di atas permukaan laut maupun permukaan dasar laut.

“Masalahnya hak itu pun sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2010, melalui putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010. Jadi, HP-3 oleh MK dianggap bertentangan dengan konstitusi, karena mekanisme HP-3 dinilai telah mengurangi hak penguasaan negara atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujar wakil ketua umum DPP Partai Gerindra itu mengingatkan.

Itu sebabnya, ujar dia, kemudian diterbitkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007. Jadi, rencana pemerintah memberikan hak pengelolaan pulau kepada asing, bahkan mengiming-imingi mereka untuk memberikan nama, bisa menabrak UU.

“Apalagi, karena kita merupakan negara maritim, pemanfaatan pulau-pulau kecil harus memerhatikan fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara Republik Indonesia,” pungkas dia.[Novrizal Sikumbang]

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang
Editor: Andy Abdul Hamid