Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat menyapa pendukungnya saat kampanye damai melakukan pawai kendaraan di Jalan MH Thamin, Jakarta Pusat, Sabtu (29/10). Usai melakukan Deklarasi Kampanye Damai dan Berintegritas, ketiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur (Cagub-Cawagub) melakukan pawai. Pawai dilakukan dengan menggunakan kendaraan hias yang telah disiapkan oleh masing-masing pasangan calon. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Lingkaran Survei Indonesia (LSI), menyebutkan elektabilitas pasangan Cagub-Cawagub DKI Incumbent Ahok-Djarot terus mengalami penurunan hingga 6,8 persen.

Elektabilitas pasangan Ahok-Djarot pada bulan November 2016 saat ini sudah dibawah 30 persen, terjun bebas diangka 24,6 persen. Turun 6,8 persen dari survei yang sama di bulan Oktober 2016 yakni 31,4 persen. Dan merosot 34,7 persen jika dibanding survei bulan Maret 2016 diangka 59,3 persen.

Peneliti LSI, Adjie Alfarabi mengungkapkan, setidaknya ada empat alasan yang menyebabkan elektabilitas pasangan petahana tersebut terus menurun.

Pertama, adalah efek dari surat Al-Maidah yang berujung dugaan kasus penistaan agama. Dari data yang dihimpun LSI, diatas 85 persen pemilih DKI mengetahui kasus Ahok dan Al-Maidah 51.

“Diatas 70% menyatakan Ahok bersalah,” ujar Adjie saat jumpa pers di Graha Dua Rajawali, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (10/11).

Bahkan, di semua segmen gender baik laki-laki maupun perempuan menilai Ahok “Salah”. Mayoritas masyarakat menilai Ahok telah menistakan agama.

“Diatas 60% minta Ahok diproses secara hukum,” katanya.

Kedua, elektabilitas Ahok kian melemah lantaran resistensi pemimpin beda agama semakin menguat.

“Ini fenomena muncul secara keras. Ketidaksediaan dipimpin oleh pemimpin non muslim pada bulan Maret 40%, Oktober 55%, dan di bulan November kini resisten terhadap pemimpin beda agama mencapai 63,4%,” ungkap Adjie.

Ketiga, karena tingkat kesukaan terhadap Ahok terus menurun. Saat ini tingkat ketidaksukaan kepada Ahok dibawah 50 persen.

“Padahal Maret 71,3% masyarakat suka. Tapi November yang suka tinggal 48,3%,” jelas Adjie.

Alasan yang keempat, lanjut Adjie, yakni karena personality dan kebijakan Ahok selama memimpin Jakarta. Personal Ahok dipersepsikan arogan, kebijakan penggusuran dan reklamasi dianggap membela kepentingan pemodal.

“Ini sebabkan Ahok turun. Juga, adanya persepsi bahwa Jakarta tidak akan stabil jika Ahok kembali memimpin,” pungkas dia.

Meski demikian, Adjie menuturkan, bahwa elektabilitas Ahok masih bisa diselamatkan jika mantan bupati Belitung Timur itu mampu merebut kembali hati pemilih muslim di Jakarta.

Namun, bila status hukum Ahok sebagai tersangka telah diputuskan Bareskrim Polri, maka peluang Ahok melenggang bebas di Pilkada DKI pun akan semakin kecil.

“Nah nanti, tergantung gerakan kompetitor pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi,” tandasnya.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby