Ilustrasi Kebun Karet di Sumatera Selatan

Palembang, Aktual.com – Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mendata setidaknya 520.000 hektare dari total 1,3 juta hektare lahan karet di daerah itu perlu diremajakan karena tanamannya sudah berusia di atas 25 tahun.

Analis Prasarana dan Sarana Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpiam di Palembang, Rabu, mengatakan, tanaman karet itu produktivitasnya sudah menurun sehingga secara nilai ekonomis sudah tidak menguntungkan petani. Namun petani kini enggan meremajakannya karena harga karet stabil di kisaran rendah sejak dua tahun terakhir.

Harga karet di tingkat petani yang dijual melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (bahan olahan karet) berkisar Rp12.000 per kilogram (kg) untuk masa pengeringan satu minggu atau KKK 60 persen.

Sementara jika menjual ke tengkulak, petani hanya mendapatkan harga berkisar Rp10.000-Rp8.000/kg.

“Jika mau diremajakan, petani setidaknya mengeluarkan Rp25 juta per hektare. Situasi saat ini tentunya berat bagi petani,” kata Rudi.

Baca juga: Sekitar 1.000 hektare pohon karet bakal diuji coba peremajaan

Untuk itu Pemprov Sumsel mendorong adanya program peremajaan lahan karet dari pemerintah pusat seperti program yang dijalankan bagi perkebunan sawit sejak 2017.

Melalui program ini, keberlanjutan dari perkebunan karet Sumsel diharapkan dapat terjaga karena saat ini alih fungsi dari lahan karet ke lahan sawit relatif banyak terjadi.

“Kami mengedukasi petani agar tanaman karetnya tidak ditebang (dialihkan ke tanaman sawit). Untuk menambah pendapatan, petani dapat menanam tanaman sela di kebun karetnya,” kata dia.

Berdasarkan data terbaru Dinas Perkebunan Sumsel, luas karet di Sumsel mencapai 1.311.727 hektare, dengan rincian lahan tanaman yang belum menghasilkan (TBM/Tanam) 299.567 hektare, lahan tanaman yang sudah menghasilkan (TM/Panen) 865.862 hektare, tanaman tua tapi masih menghasilkan dan tanaman rusak (TTM/TR) 146.298 hektare.

Pada 2020 produksi perkebunan karet kering Sumsel mencapai 1,2 juta ton sementara 2021 menurun menjadi sekitar 900.000 ton. Penurunan ini diperkirakan karena alih fungsi lahan hingga berkurangnya gairah petani untuk memanen getah

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra