Irjen Kemendes PDTT Sugito (tengah) dengan rompi tahanan meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Sabtu (27/5). KPK menahan empat tersangka (dua dari BPK dan dua dari Kemendes PDTT) serta menyita uang sebanyak Rp40 juta, Rp1,145 miliar dan 3.000 dolar Amerika Serikat terkait kasus dugaan suap pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) BPK terhadap laporan keuangan Kementerian PDTT tahun 2016. ANTARA FOTO/Hilal Rahmat/sgd/wsj/17.

Jakarta, Aktual.com – Inspektur Jenderal Kementerian Pedesaan, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sugito, didakwa menyuap Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri dengan uang Rp 240 juta. Uang ratusan juta itu didapat dari hasil urungan dari 9 unit kerja eselon I di Kemendes PDTT.

Demikian terkuak dalam persidangan Sugito hari ini, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (16/8), dimana terdapat rincian unit kerja mana yang turut menyetor ke Sugito melalui pejabat Kemendes PDTT lainnya, Jarot Budi Prabowo.

Menurut pemaparan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, pada tahap pertama, terkumpul uang Rp 200 juta dari 8 unit kerja.

Rinciannya, dari Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTU), dan Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan (PKP), masing-masing sebesar Rp 15 juta. Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (PPMD) sebesar Rp 15 juta, Rp 30 juta dari Balai Latihan dan Informasi (Balilatfo).

Ada juga uang Rp 40 juta dari Sekretariat Jenderal dan Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PKTrans) sebesar Rp 15 juta. Kemudian, dari Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi (PKP2Trans) sebesar Rp 10 juta, serta dark Inspektorat Jenderal sebesar Rp 60 juta.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Menurut jaksa KPK, uang tersebut dikumpulkan untuk mengubah status laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016 dari Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran berstatus WDL. Sebab, terdapat rekomendasi yang belum dilakukan oleh pihak Kemendes PDTT ihwal pembayaran dalam jumlah besar dan berulang soal pertanggungjawaban pembayaran honororium bantuan biaya operasional kepada tenaga pendamping profesional pada 2016.

“Pembayaran sebesar Rp 550.467.601.225, dimana pihak Kemendes PDTT belum seluruhnya melaksanakan rekomendasi BPK,” ungkap jaksa KPK.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby