Jakarta, Aktual.co — Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi menilai peradaban sosial budaya bangsa Indonesia terbingkai dalam nuansa spiritual global-lokal.
“Hal itu dapat dipahami dari munculnya kecenderungan terjadinya ‘pengerutan dunia’ dalam konteks institusi modernitas dan meningkatnya kesadaran tentang dunia dalam konteks kultural” kata Ketut Sumadi yang juga pengamat masalah agama, adat dan seni budaya di Denpasar, Jumat (12/12).
Ia mengatakan, modernitas kapitalis melambung mengandung elemen homogenisasi kultural yang terus mendorong munculnya proses belajar translokal sehingga terjadi simbiosis kultural.
Kondisi itu menyebabkan yang global dan lokal sama-sama saling membentuk, yang satu menjadi bagian yang lainnnya, sehingga fenomena “global-lokal” menghadirkan sebuah paradoks seperti berada dalam simpang pilihan dan silang budaya.
Kondisi demikian dianggap lokal dilawan dengan global, padahal inti peradaban manusia selalu hidup melintasi ruang dan waktu, sehingga nilai-nilai universal peradaban yang menggerakkan dinamika kehidupan dunia sesungguhnya hasil dari proses belajar translokal.
Ketut Sumadi menambahkan, simpang pilihan dan silang budaya patut menjadi sebuah refleksi budaya kekinian yang memperkuat pemahaman tentang relativitas budaya, global dan lokal.
“Semua itu merupakan istilah-istilah yang relatif, gagasan yang lokal, dilahirkan dalam wacana global yang mampu menguatkan identitas lokal menjadi bagian dari globalisasi,” ujar Ketut Sumadi.
Konsep glokalisasi awalnya dipakai dalam bidang pemasaran untuk menjelaskan tentang titik temu budaya global-lokal yang telah tersaring melalui proses belajar translokal, yang lokal diproduksi secara global.
Dengan demikian globalisasi menjadi alasan bagi kebangkitan kembali identitas budaya lokal di berbagai belahan dunia. Demikian pula nasionalisme lokal merebak sebagai respon terhadap kecenderungan globalisasi, tutur Ketut Sumadi.
Artikel ini ditulis oleh:
















