Jakarta, Aktual.co —Gagasan Van Breen dalam membangun banjir kanal barat (BKB) ternyata gagal. Pada tahun 1918, terjadi banjir yang satu setengah meter lebih tinggi dari banjir-banjir sebelumnya. Van Breen pun tidak menduga akan datang air sebanyak itu. Ternyata, dibangunnya banjir kanal barat tidak memberikan jaminan bahwa Batavia akan terbebas dari banjir.
Banjir tahun 1918, dianggap dewan kota dan penduduk Batavia sebagai banjir terbesar dalam 20 tahun terakhir. Sebagaimana yang ditulis oleh Restu Gunawan dalam bukunya yang berjudul Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa, pada tahun 1878 sempat terjadi hujan dalam curah waktu yang lama yaitu 40 hari. Namun dampaknya tidak sebesar banjir yang terjadi tahun 1918.
Pada banjir tahun 1918, wilayah banjir di Batavia meluas ke arah barat yaitu daerah Kali Angke, Pekojan Pejagalan. Sedangkan tahun 1892 sampai 1918, daerah itu jarang terkena banjir. Artinya, sistem penyaluran di kota lama lebih bagus dan efektif mengendalikan banjir dibandingkan BKB.
Setahun setelahnya, tanggal 5 dan 6 Februari 1919 banjir melanda Weltevreden atau yang sekarang dikenal dengan Gambir. Namun banjir tersebut tidak besar karena ada manfaat dari dibangunnya BKB. Tahun 1923, banjir juga tidak terlalu besar karena hanya sebagian kampung yang dilanda banjir. Kemungkinan manfaat dibangunnya BKB lebih dirasakan kawasan elit seperti di kawasan Menteng dan sekitarnya. Sementara itu di kawasan perkampungan bumiputera tetap terjadi banjir, seperti di Kebun Jeruk dan Tanah Tinggi karena tidak ada kaitan langsung dengan kanal banjir.
(Bersambung…)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid