Jakarta, Aktual.co — Penolakan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi tak bisa diterima secara akademis, meskipun kebijakan itu dibungkus dengan argumentasi-argumentasi tujuan yang bagus.
“Pemerintah dalam menaikkan BBM, tujuannya luar biasa bagus. 2000 puskesmas akan tersedia, 120 juta orang akan terlayani jamkesmas. Tapi ketika masuk metode pelaksanannya, semua tidak jelas. Apakah punya data orang miskin mutakhir? Jawabannya tidak. Jadi secara akademis mentah,” ujar Effendy dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (9/12).
Dengan data yang sangat lemah dan bermasalah, dapat dipastikan tujuan yang digembar-gemborkan ketika menaikkan harga BBM tak akan tercapai. “Ini baru data orang miskin, belum soal inflasi dan sebagainya.”
Pada bagian lain, lanjut Effendy, ada potensi menutup celah kebocoran anggaran dengan mencegah korupsi. Sebab ketua KPK Abraham Samad pernah bicara bahwa ada Rp7.000 triliun potensi kerugian negara dari kejahatan korupsi.
“Nah, kalau 5 persen saja bisa diambil negara dari potensi korupsi itu, maka dana Rp 350 triliun didapat. Maka selesai persoalan. Jadi jangan langsung alihkan beban fiskal ke rakyat dengan menaikkan harga BBM,” tuntas Effendy, seraya mengecam pernyataan Jokowi yang mengatakan bahwa kematian seorang demonstran anti kenaikan BBM bukan urusan saya (Presiden).
Artikel ini ditulis oleh:














