Jakarta, Aktual.co —Sekretaris Dirjen Perhubungan Udara Djoko Murdjatmodjo sebelumnya mengatakan pembahasan terkait penyatuan pajak bandara dengan tiket telah dibahas sejak sekita enam bulan lalu, namun kembali mundur.
“Itu sudah lama, enam bulan yang lalu kita kumpulkan semua airline dengan AP. Sekarang kita sudah menginstruksikan, jadi tinggal B to B antara AP dengan airlines,” katanya kepada wartawan, Selasa (9/12).
Menteri perhubungan Ignasius Jonan akan memaksa bagi setiap maskapai untuk menerapkan pajak bandara dalam tiket sebagai implementasi standar pelayanan minimum kepada penumpang.
“Mau enggak mau ya harus mau, masa kalah sama KRL (kereta commuter line), kalau enggak mau ya dipaksa,” katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan Penerbangan Sipil Indonesia (Inaca) Arif Wibowo menyepakati pemberlakuan pajak bandara harus sesuai dengan standar Iata.
“PSC (pajak bandara), sepakat ada tiga hal, yang pertama itu harus standar IATA karena yang terbang ke bandara kita tidak hanya domestik, maskapai luar juga seperti Singapore Airline,” katanya.
Namun, dia mengatakan terdapat sejumlah hal yang masih dibahas, yakni terkait pembayaran, apabila mengacu standar IATA, pajak disetorkan kepada AP I dan II dalam jangka waktu tiga minggu.
“Ini yang harus disepakati dulu, kami harus bertemu Pak Dirjen Perhubungan Udara untuk disepakati berapa hari idealnya,” katanya.
Ketiga, untuk bandara unit pelaksana teknis (UPT), diberlakukan pembelian tiket oleh maskapai yang akan dibayarkan oleh penumpang pada saat “check-in”.
Pasalnya, lanjut dia, pajak bandara di bandara UPT masuk ke dalam PNBP yang harus disetor ke dalam kas negara 1×24 jam, apabila tidak, maka diindikasikan bentuk pidana korupsi.
Sementara, pajak bandara bukan UPT artinya dikelola oleh Angkasa Pura I dan II, memiliki mekanisme berbeda, penyerahan pajak tersebut tidak masuk ke dalam PNBP, jadi batas waktu penyerahan pajak kepada pengelola tergantung kesepakatan, tidak harus 1×24 jam.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid