Jakarta, Aktual.co — Pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno yang menyetujui Pertamina menjual Obligasi di lantai bursa direspon berbagai kalangan. Direktur Reformasi Institute, Komaidi Notonogoro mengatakan bahwa Pertamina seharusnya melakukan ‘non listed public company’ di Bursa Efek Indonesia (BEI) agar lebih transparan, bukan melakukan privatisasi dengan menjual obligasi di BEI.
“Agar lebih transparan, Pertamina bisa menjadi non listed public company di BEI. Maka laporan keuangannya akan lebih transparan, diaudit oleh banyak pihak, kinerjanya diawasi oleh publik. Tujuannya ke arah transparansi sudah benar,” ujar Komaidi saat diskusi Reformasi Migas di Warung Daun Jakarta, Sabtu (6/12).
Lebih lanjut dikatakan Komaidi, melihat tujuan obligasi Pertamina, dirinya meminta agar semua pihak lebih komprehensif menanggapi hal tersebut.
“Semua ingin Pertamina bagus, tapi perlu hati-hati mengenai kajiannya, plus minusnya, karena kadang-kadang kita hanya melihat positifnya saja tanpa melihat dampaknya. Jadi perlu lebih komprehensif,” pungkasnya.
Untuk diketahui, dengan Pertamina menjadi non listed public company, kepemilikan saham pemerintah tetap dominan 100 persen. Tidak dengan privatisasi atau menjual saham (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Pengalaman menunjukkan, (saham BUMN) awalnya dijual sebesar 15 atau 20 persen dengan keinginan agar lebih terbuka dan pengawasannya lebih bagus. Tapi akhirnya dijual lagi, dijual lagi. Ini seperti kasus PGN di mana pemerintah sekarang negara hanya tinggal memiliki 57 persen dan di Antam 65 persen,” ujar Marwan Batubara seperti dikutip Aktual.
Dikatakannya, perlu ada UU khusus tentang BUMN yang menjalakan pola non listed public company.
“Kalaupun sahamnya dijual, buatlah dalam UU, maksimum 5 persen. Negara lain ada menerapkan ini seperti India. Good corporate governance tercapai tapi dominasi negara tetap dipertahankan,” tegas Marwan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka