Jakarta, Aktual.co — Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) meresmikan Mandala Majapahit (ManMa) di lingkungan Universitas Gadjah Mada, guna mewadahi berbagai hasil kegiatan penelitian arkeologi peninggalan Majapahit.
Peresmian ini merupakan yang berikutnya, setelah sebelumnya juga ManMA dibangun di Trowulan, Juni 2014, yang mewadahi kegiatan pelestarian peninggalan Majapahit.
“Sumpah Patih Gajah Mada di era Majapahit tentang bersatunya Nusantara menjadi inspirasi kesatuan Indonesia yang sampai sekarang terus menerus diuji jaman,” kata Hashim Djojohadikusumo dalam sambutan peresmian ManMa, di UGM, Jumat (5/12).
Hashim berharap Mandala Majapahit bermanfaat dan dimanfaatkan dengan baik. YAD juga mengundang partisipasi aktif berbagai pihak untuk memanfaatkannya dengan berbagai kegiatan positif, termasuk melengkapi berbagai data dan hasil penelitian mengenai tinggalan Majapahit demi kejayaan Indonesia.
Pembangunan Mandala Majapahit di UGM merupakan kerjasama Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM).
Direktur Eksekutif YAD Catrini Kubontubuh mengatakan bahwa penempatan Mandala Majapahit di Jurusan Arkeologi FIB UGM dimaksudkan untuk bisa berada langsung di tengah-tengah civitas akademika sebagai pendukung utama kegiatan penelitian dan belajar mengajar keilmuan arkeologi.
Sejak tahun 2008, YAD memenuhi salah satu misinya yaitu pelestarian budaya memulai kegiatan Penelitian Arkeologi Terpadu Indonesia (PATI) di Trowulan yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa jurusan arkeologi dari empat perguruan tinggi yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana dan Universitas Hasanuddin.
“Dengan keberadaan Mandala Majapahit, diharapkan akses menjadi luas sehingga pemahaman tentang situs Majapahit di Trowulan semakin meningkat,” kata Catrini.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Pujo Semedi Hargo Yuwono menyebutkan bahwa kerjasama ini bukan yang pertama. Sudah sejak lama YAD mendukung berbagai kegiatan akademis dan membangun fasilitas pendidikan di FIB.
“Tidak banyak filantropi seperti YAD  yang memberi perhatian kepada perkembangan Ilmu Budaya yang tidak komersial tetapi sangat penting bagi terpeliharanya budaya bangsa,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: