Jakarta, Aktual.co — Seperti judul film Hollywood, ‘Night at the Museum’, Museum Nasional de las Culturas di Mexico City, memiliki program andalan dengan nama Noche en el Museo (Nigth at the Museum ).
Saat ini merupakan tahun ke lima program tersebut diadakan. Edisi Noche en el Museo tahun ini ditutup dengan acara Una noche en Indonesia (Suatu Malam di Indonesia) dengan menampilkan berbagai rangkaian acara dari workshop gamelan, seminar tentang wayang dan kisah Ramayana versi Indonesia, peluncuran buku Flor de Humildad adaptasi kisah Ramayana versi Jawa oleh Fitra Ismu Kusumo, peluncuran CD Soundtrack Flor de Humildad yang dipersembahkan oleh grup Kesenian Gamelan Barudak-Indra Swara, kemudian pada malam yang sama, secara pararel di putar 3(tiga).
Selain itu, disana juga ada film dokumenter bertema Indonesia ‘Java la isla del fuego, la danza Corte de java’ dan film dokumenter berjudul Indonesia di ruang sinema, dan acara Satu malam di Indonesia tersebut ditutup dengan pertunjukan wayang kulit berjudul ‘FloR de Humildad: basada en la versión javanesa de la historia del Ramayana’ (adaptasi berbahasa spanyol kisah Ramayana versi Jawa).
Rangkaian Pertunjukan Flor de Humildad (bunga kesederhanaan) ini ternyata mendapat antusias yang besar dari masyarakat Meksiko, dapat dilihat dari ratusan orang yang tidak dapat masuk ke gedung pertunjukan karena kapasitas yang terbatas, juga liputan media local dan nacional menayangkan acara penutupan program Noche en el Museo edisi tahun 2014 ini.
Menurut Monserrat Navarro Direktur bidang edukasi Museo Nacional de las Culturas, dipilihnya pementasan wayang kulit ditambah dengan iringan gamelan ini karena Museum ingin memperkenalkan budaya warisan dunia asli Indonesia ke warga Meksiko.
Fitra Ismu Kusumo pendiri Grup Kesenian INDRA SWARA di Meksiko, mengatakan bahwa kesempatan mempromosikan Indonesia di Museum ini merupakan suatu kehormatan mengingat tempat yang prestisius, sehingga mempunyai nilai tambah dan daya tarik tersendiri untuk dapat tampil di tempat ini.
Hal inilah yang menyebabkan membludaknya penonton dan peliputan acara secara nasional oleh media Meksiko. Gedung Museum didirikan tahun 1734 sebagai kantor pusat keuangan Meksiko/casa de moneda, kemudian pada tahun 1865 ditetapkan sebagai Museum sejarah dan arkeologi nasional oleh pemerintah kolonial Perancis, pada tahun 1931 gedung Museum ditetapkan sebagai gedung warisan sejarah/Monumen Nasional Meksiko dan tahun 1965 ditetapkan dengan nama museo nacional de las culturas.
Dalang dari pertunjukan wayang FLOR de Humildad, Mas Rodrigo Daniel Medina menyatakan ketertarikannya atas tradisi wayang di Indonesia dan merasa beruntung dan mendapat kehormatan bersama gamelan barudak dapat tampil di museum Nasional. Rodrigo mengakui selama 3 bulan terakhir sebelum pentas dia melakukan persiapan persiapan antara lain puasa mutih, puasa senin kamis, juga laku meditasi lainnya untuk mendalami kisah kesederhanaan tokoh kera Anoman dalam menaklukkan angkara murka dalam lakon Flor de Humildad.
Pertunjukan wayang kulit berbahasa spanyol dan workshop wayang serta gamelan di Meksiko seperti ini diharapkan dapat lebih memperkenalkan budaya dan tradisi tanah air kususnya di negeri yang jauh seperti Meksiko dan kawasan Amerika Latin. Melalui wayang dan buku wayang berbahasa spanyol.
Fitra Ismu berharap warga Meksiko dan Amerika Latin serta warga dunia yang berbahasa Spanyol dapat lebih mengenal kekayaan budaya Indonesia. Diharapkan juga Pemerintah Indonesia yang baru dapat mendirikan Rumah Nusantara di Meksiko, sebagai pusat kajian budaya Nusantara, tidak hanya pada sektor kebudayaan namun ke depannya dapat berfungsi sebagai pusat studi Nusantara di Meksiko dan Amerika latin. Agar kita tidak kalah seperti Lebanon, Iran, Turki dan negeri-negerti Eropa lainnya yang telah yang dahulu memperkenalkan kebudayaan mereka melalui rumah rumah/pusat studi mereka di Meksiko dan kawasan Amerika Latin.
Artikel ini ditulis oleh:

















