Jakarta, Aktual.co — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melihat posisi tawar jurnalis yang buruk karena tidak berserikat membuat pemilik media kurang memperhatikan kesejahteraan jurnalis atau pekerja media secara umum.
“Industri media yang berkembang pesat juga tak berbanding lurus dengan kesejahteraan jurnalis. Belum lagi tren konvergensi media membuat beban kerja jurnalis dan pekerja media semakin bertambah namun dalam hal kesejahteraan jalan di tempat,” ujar Suwarjono, Ketua Umum AJI Indonesia dalam siaran pers yang diterima aktual.co, Jumat (1/5).
Dikatakan Suwarjono bahwa sebagian jurnalis saat ini berstatus tidak tetap mulai dari koresponden, kontributor, ‘freelance’, ‘stringer’, sampai ‘Tuyul’. Para jurnalis dengan status tak tetap ini terus berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dari perusahaan media.
“AJI yang lebih dari 40 persen anggotanya berstatus pekerja tidak tetap ini menemukan sebagian besar dari mereka mendapat upah yang rendah. Sebagian menerima penghasilan jauh di bawah ketentuan upah minimum regional yang berlaku di masing-masing provinsi,” tambahnya.
AJI juga menyerukan kepada seluruh jurnalis agar ikut mengawal pelaksanaan jaminan sosial nasional pekerja melalui BPJS Ketenagakerjaan. Ini terkait rencana dimulainya pembayaran iuran pensiun per 1 Juli 2015. Namun hingga kini belum ada kepastian besaran iuran yang semestinya ditetapkan oleh pemerintah.
“Di sisi lain, ada potensi besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan akan membuat perusahaan media mengurangi fasilitas yang sudah diberikan selama ini,” imbuhnya.
AJI mengingatkan perusahaan media tak serta merta memangkas hak karyawan yang sudah ada terkait berlakunya iuran BPJS Ketenagakerjaan. AJI juga menyoroti belum terwujudnya kesetaraan hak antara jurnalis perempuan di setiap perusahaan media. Sebagai contoh, masih ada perbedaan dalam pemberian tunjangan pemeliharaan kesehatan untuk keluarga jurnalis perempuan dibandingkan jurnalis laki-laki.
“Belum lagi, masih banyak perusahaan yang tidak memberikan cuti haid atau fasilitas laktasi bagi pekerja perempuan yang masih menyusui anak,” tukasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid