Jakarta, Aktual.co —  PT Pertamina (Persero) mengungkapkan bahwa bisnis public service obligation (PSO) Pertamina hingga saat ini masih merugi lantaran biaya distribusi yang sangat besar. Sementara Pemerintah mengganti ke Pertamina hanya dengan formula (MOPS+alfa), 3,32% MOPS + Rp484 per liter untuk bensin premium dan biopremium, 2,17 % MOPS + Rp521 per liter untuk Minyak Solar dan Bio Solar.
“Karena distribusinya kemana-mana, banyak pulau berpenghuni yang harus kita distribusi. Contohnya, biaya distribusi ke Irian Jaya, itu biayanya mencapai Rp31.000 per liter karena saking jauhnya tapi kami wajib menjual harga BBM subsidi seluruh Indonesia dengan harga yang ditetapkan pemerintah, solar subsidi Rp7.500 dan premium Rp8.500/liter,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir saat ditemui Aktual.co di kantornya, Jakarta, Rabu (26/11).
Lanjutnya, bukan hanya Papua, hal itu juga terjadi diberbagai daerah pelosok di luar pulau Jawa. Seperti Jambi, supply-nya berasal dari Palembang dan memakan waktu berjam-jam dalam pendistibusiannya.
“Bahkan di Jambi saja itu supplynya dari palembang, kalau normal 6 jam, kalau sudah hujan-hujan begini bisa 10 jam. Sementara mobil tangki sudah tidak menggunakan BBM subsidi, jadi it’s not simple di lapangan. Kita ini distribusi BBM itu terkompleks dan terumit di dunia, saya bisa klaim itu. Habis ratusan pulau yang berpenghuni yang harus kita layani,” ujar Ali.
Selain itu, sambung Ali, di Kalimantan saat akan melewati jeram yang surut beban harus dikurangi setengahnya dan diangkut dua kali. Biaya distribusinya Rp1.051 perliter dari Samarinda lewat sungai Mahakam. Dari Bengkulu ke pedalaman biaya distribusinua Rp1.177 dengan jalan yang terjal. 
“Tapi itu semua ditanggung Pertamina, karena Pemerintah mengganti ke pertamina hanya dengan MOPS+alfa tadi. Dan sampai sekarang kita masih rugi untuk BBM PSO,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka