Banda Aceh, Aktual.co — Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh menyayangkan pernyataan Menko polhukam Tedjo Edhi Pudjiatno yang menekan Pemerintah Aceh agar mengubah bentuk dan warna bendera Aceh yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
Hal ini sebagai barter atau syarat mutlak pembahasan lanjutan tentang turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang merupakan mandat dari proses perdamaian Aceh sebagaimana termaktub dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Menko Polhukam di Kantor Wakil Presiden pada Rabu (19/11) kemarin.
“Pernyataan tersebut bentuk pusat tidak ikhlas merealisasikan hak dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan dan menjaga perdamaian Aceh, sehingga Pemerintah Pusat harus menekankan Aceh untuk mengubah bentuk dan warna bendera sebagai syarat mutlak untuk pembahasan lanjutan aturan turunan UU PA,” sebut Juru Bicara Partai Aceh, Adi Laweung, Kamis (20/11).
Masalah bendera dan lambang Aceh sudah selesai pembahasannya dan tidak ada khilafiyah lagi, bendera Aceh sudah sah menjadi bendera Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan Aceh.
Bahkan, simbol sebagai kedaulatan dan tidak dilakukan sebagai kedaulatan Aceh sebagaimana ditegaskan dalam BAB XXXVI Pasal 246 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2006 dan turunan dari hasil penandatanganan MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dalam point 1.1.5.
Pihak DPR Aceh telah memparipurnakan bendera dan lambang tersebut sebagai Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013. Pengesahan dan penetapan bendera dan lambang tersebut berada dalam lampirannya. Fraksi-fraksi yang ada di DPR Aceh pun sudah memberikan persetujuannya secara bersama, jadi tidak ada masalah lagi.
Artikel ini ditulis oleh:

















