Jakarta, Aktual.co — Pemerintah telah resmi menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 per liter sedangkan solar menjadi Rp7.500 perliter dari Rp5.500. Bahkan, dengan kenaikan tersebut, Pemerintah telah mendapatkan penghematan lebih dari Rp100 triliun.

Menyikapi hal itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean mengatakan, artinya bahwa inflasi akan meningkat menjadi sekitar 7% untuk 2014. Dampaknya adalah bahwa kemampuan beli masyarakat akan semakin rendah dan bertambahnya jumlah penduduk miskin.

“Pemerintah ini aneh, menetapkan kenaikan harga tapi untuk menetapkan akan kemana uang lebih dari Rp100 Triliun digunakan seharusnya mendapat dahulu persetujuan DPR. Entah apa maunya negara ini. Jika kemarin-kemarin alasannya adalah adanya disparitas harga yang mengakibatkan penyeludupan tinggi, bukankah sekarang dengan harga baru ini masih ada disparitas harga? Jadi apa yang saya sebut dulu bahwa alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM ini tidak jelas,” kata Ferdinand kepada wartawan melalui pesan singkatnya di Jakarta, Senin malam (17/11).

Ia juga menuturkan bahwa pola kerja menangani dampak kenaikan BBM ini tetap saja sama dengan pola lama yakni BLT.

“Jika begini artinya memang tidak ada perubahan paradigma kerja sama sekali,” tambahnya.

“Siap-siap rakyat untuk menanggung beban berat,” ucapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pengalihan dana subsidi tidak bisa begitu saja dialihkan ke sektor lain, masih harus ada persetujuan DPR.

“Kalau naikkan BBM tidak masalah, tapi penggunaan alokasi BBM itu yang perlu persetujuan DPR karena masuk dalam APBN-P yakni dengan UU. Nah nanti akan terjadi tarik menarik di DPR terkait alokasi ini, kembali mafia anggaran punya ruang bermain,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka