Jakarta, Aktual.co — Presiden Joko Widodo dipastikan tidak akan melanjutkan mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) lantaran tidak sesuai dengan visi pembangunannya yang mengedepankan sektor maritim.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noordin menuntut agar Pemerintah dapat menjamin konektivitas antara pulau Jawa dan Sumatera dengan memaksimalkan fungsi Pelabuhan Bakauheni dan Merak, sebagai ganti tidak dibangunnya JSS.

“Kayaknya konektivitas Jawa-Sumatera masih andalkan laut. It’s ok buat kita. Tapi kan katanya mau diganti Tol Laut. Nah, harapan kita ya berarti pelabuhan-pelabuhan itu harus dimaksimalkan. Harus jadi bagus, dan fasilitas penyeberangannya lintas Ferry juga harus dibuat bagus,” kata Alex saat ditemui wartawan di JCC, Jakarta, Rabu (6/11).

Sebelumnya, terkait tidak dilanjutkannya JSS oleh Pemerintahan Jokowi juga telah dibenarkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago yang memastikan Presiden Joko Widodo tak memasukkan Mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) dalam programnya.

Andrinof mengatakan, ketimbang membangun JSS, Pemerintah bakal memberdayakan sektor maritim dengan mengembangkan perhubungan laut. Upayanya, dengan cara membangun dermaga-dermaga atau menambah kapal baru dengan mengganti kapal yang usang.

Lebih lanjut, ia memaparkan beberapa alasan yang mendasari proyek tersebut tidak masuk dalam program infrastruktur yang dibangun dalam pemerintahan saat ini. Presiden Joko Widodo khawatir proyek ini malah mematikan identitas Indonesia sebagai negara maritim. Seharusnya transportasi laut yang lebih dikembangkan daripada darat.

“Beliau khawatir dampaknya pada 2 hal. Pertama mematikan identitas negara maritim karena di Selat Sunda itu adalah jalur penyebrangan terpadat di Nusantara. Kalau penyebrangannya dimatikan, itu akan mematikan (identitas),” ucap Andrinof.

Alasan kedua, lanjut Andrinof, adalah jika proyek jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera ini jadi dibangun, itu malah bersebrangan dengan program pemerataan pembangunan dari Sabang sampai Merauke.

“Kita harus menghentikan berpikir paradoks. Kita berpikir menghapus ketimpangan tapi malah menambah ketimpangan. Katanya mau pemerataan, tapi kita bikin mega proyek yang membuat ekonomi semakin terkonsentrasi di barat,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka