Jakarta, Aktual.co — Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, melemah sembilan poin menjadi Rp12.094 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.085 per dolar AS.
“Berlanjutnya tren defisit pada kinerja neraca perdagangan Indonesia membuat mata uang rupiah berbalik arah ke area negatif setelah pada sesi pagi tadi sempat berada dalam area positif,” ujar Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova di Jakarta, Senin (3/11).
Ia mengemukakan bahwa data neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar 270,3 juta dolar AS pada September 2014, berlanjutnya tren defisit itu membuat sebagian pelaku pasar uang di dalam negeri khawatir terhadap stabilitas perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, lanjut dia, belum adanya kepastian baik dari internal maupun global juga menjadi salah satu faktor mata uang rupiah mengalami tekanan. Dari internal, pelaku pasar menantikan realisasi penaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sementara dari internal terkait suku bunga Amerika Serikat (AS).
“Tekanan rupiah saat ini lebih disebabkan faktor fundamental,” ucapnya.
Analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir menambahkan bahwa penguatan dolar AS menguat setelah meningkatnya indeks manufaktur dan sentimen konsumen AS yang menegaskan berlanjutnya pemulihan ekonomi disana.
Selain itu, lanjut dia, menurunnya aktivitas manufaktor dan non-manufaktur di Tiongkok juga menambah sentimen negatif bagi mata uang di kaasan Asia, termasuk Indonesia. Menurunnya aktivitas di Tiongkok itu membuat investor cemas dengan outlook perbaikan neraca perdagangan Indonesia.
“Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia sehingga berkurangnya aktivitas perekonomian disana juga bisa mengganggu outlook ekspor Indonesia,” katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari Senin (3/11) tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp12.105 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp12.082 per dolar AS.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka