Jakarta, Aktual.co — Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menilai jajaran menteri bidang ekonomi dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sarat akan kepentingan politis.
Hal itu terlihat dari jajaran elit politik yang justru menempati pos kementerian yang punya tugas berat untuk perkembangan ekonomi Indonesia.
“Misalnya Menteri Perindustrian Saleh Husin yang lebih dikenal sebagai politikus. Meski punya bisnis, tapi industri membutuhkan orang yang piawai untuk menciptakan regulasi dalam program utama hilirisasi industri. Rasanya punya bisnis saja tidak cukup,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu di Jakarta, Senin (27/10).
Menurut dia, sektor industri yang ditargetkan bisa tumbuh dengan besaran dua digit itu tidak bisa dipimpin oleh politisi yang minim pengalaman birokrasi.
Terlebih, dikhawatirkan ada konflik kepentingan atas menteri yang merupakan politisi Partai Hanura itu.
“Takutnya ada konflik kepentingan karena dia latar belakangnya politisi yang pengusaha,” ujarnya.
Pos lain yang juga dianggap sarat kepentingan adalah Kementerian BUMN yang diisi oleh Rini Soemarno. Ia sebelumnya merupakan Ketua Tim Transisi Jokowi-JK yang merupakan kader PDI Perjuangan.
“Terlepas dari dia (Rini) mantan Menperindag era Megawati atau memimpin sejumlah korporasi, fakta bahwa dia ketua tim transisi memperlihatkan jelas ada kepentingan politik di situ,” katanya.
Menurut Enny, Kementerian BUMN membutuhkan sosok yang tak hanya “clean” tapi juga “clear” untuk bisa mengatur perusahaan plat merah. Pasalnya, sejak dulu perusahaan BUMN hanya menjadi sapi perah yabg kinerjanya juga tidak efisien.
Jajaran menteri di bidang ekonomi teknis lainnya, seperti Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri serta Menteri Pariwisata Arief Yahya juga dinilAi masih belum jelas kapabilitasnya.
Walaupun tidak banyak tokoh partai yang turun menjabat sebagai menteri di bidang ekonomi, Enny melihat ada tarik ulur atau kompromi dalam penyusunan kabinet.
“Meski Pak Jokowi menjabarkan rekam jejak menteri saat pengumumannya, saya rasa ada banyak yang dipaksakan. Memang banyak yang profesional, tapi seperti dipaksakan masuk ke bidang yang berbeda. Misalnya saja Rachmat Gobel yang lebih pantas jadi Menperin, malah jadi Mendag,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka