Jakarta, Aktual.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebaiknya menunda mengumumkan kabinet bila nama-nama orang yang bermasalah masih tetap dicalonkan sebagai menteri. Hal itu bukan saja menjadi bumerang pemerintahan kedepan, tapi juga mengingkari harapan rakyat yang terlalu besar mengharapkan perubahan.
“Saya memprediksi ada sekitar 60 persen nama-nama yang beredar dalam susunan kabinet Jokowi justru orang-orang yang bermasalah, mulai dari kasus korupsi, track record yang tidak jelas, antek asing (neolib) dan yang lebih parah adalah politik balas budi saat pilpres 2014 lalu. Jadi, banyak orang yang masuk dalam kabinet tidak didasarkan pada kompetensi dan kemampuan calon, lebih banyak bersifat titipan atau balas budi,” ujar pengamat politik Rusmin Effendy di Jakarta, Selasa (21/10).
Menurut Rusmin, sekalipun komposisi menteri belum dipastikan, dapat dipastikan sekitar 70 persen kabinet dikuasai PDIP, mulai dari kader partai, tim transisi maupun simpatisan, termasuk para donatur (cukong) saat pilpres. Sedangkan hanya 20 persen dari kalangan profesional, 10 persen partai koalisi.
“Kondisi ini membuktikan, penyusunan menteri kabinet Jokowi bukan sepenuhnya hak prerogratif presiden, tapi lebih banyak ditentukan dari lingkaran terdekat Jokowi, baik Megawati maupun Jusuf Kalla. Persoalan inilah yang harus dicermati publik, bukan hanya sibuk euforia dan mabuk syukuran yang sama sekali tidak membawa manfaat bagi masyarakat kecil,” kata dia.
Dia juga menyayangkan sikap Jokowi yang menyerahkan daftar nama-nama calon menteri ke KPK maupun PPATK untuk menelusuri rekam jejak calon, padahal kedua lembaga itu justru diragukan kredibilitasnya.
“Prores rekrutmen menteri itu yang paling top adalah di masa Soeharto yang sudah memiliki rekam jejak seseorang untuk diangkat sebagai pejabat. Sedangkan di masa SBY, mereka yang sudah menjalani fit and proper test bahkan sudah menandatangani fakta integritas justru bisa dibatalkan, sehingga tidak ada kepastian seperti kasus Nila Anfasa Muluk yang sebelumnya sudah dipastikan menjadi Menkes justru diganti oleh Endang Rahayu Sedyaningsih yang kemudian meninggal akibat kanker paru-paru,” tegas dia.
Seharusnya, lanjut Rusmin, sejak awal Jokowi bisa mempublikasikan kandidat calon menteri agar publik memberikan masukan sambil mempersiapkan nama-nama calon yang benar-benar bakal dipilih. Sehingga, perhitungannya tidak akan jauh meleset dari nama-nama yang beredar, kecuali mereka yang memiliki rekam jejak bermasalah atau terkait persoalan hukum.
“Apa yang terjadi sekarang ini kan tidak seperti itu. Bahkan, mereka yang pernah menduduki posisi menteri bisa masuk kembali, termasuk orang-orang lama seperti Luhut Panjaitan (kasus PT Kiani Kertas), Kuntoro (korupsi migas), Sri Mulyani (bank Century), Darmin Nasution (kasus pajak), Muhaimin Iskandar (korupsi kardus duren), Rini Soewandi (kasus pesawat Shukoi). Publik kan harus tahu siapa mereka, kenapa kasusnya hingga kini tak pernah diusut KPK. Mungkin KPK-nya sedang tidur ya,” ujar Rusmin.

















