Jakarta, Aktual.co — Pemerintah telah memperketat syarat kerja sama proyek infrastruktur dengan investor Tiongkok agar pengalaman tidak mengenakkan saat mengerjakan proyek pembangkit listrik “Fast Track Program” 10.000 MW tidak terulang.

Perbaikan syarat-syarat kerja sama proyek infrastruktur dengan Tiongkok telah diterapkan pada kerja sama yang terjadi saat pertemuan bilateral Indonesia dan Tiongkok di Konfrensi Asia Afrika pekan lalu.

“Kita telah perbaiki syaratnya agar tidak lagi ada yang terkatung-katung seperti kemarin, dan juga kualitasnya harus memadai,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago di Jakarta, Senin (27/4).

Berdasarkan situs resmi Sekretariat Kabinet, Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping di sela Kinferensi Asia Afrika (KAA) berupaya memastikan keterlibatan investor Tiongkok dalam pembangunan infrastruktur maritim, udara, jalan, kereta api dan listrik.

Andrinof mengakui pemerintah, di kesempatan sebelum KAA, juga mengeluhkan hasil proyek pembangkit listrik “Fast Track Program” (FTP) tahap I 10 ribu megawatt dari Tiongkok, yang hanya memiliki faktor kapasitas 35-55 persen dari kapasitas seluruhnya.

“Tapi kita sudah menawarkan ke mereka (Tiongkok) untuk memperbaiki itu,” kata dia.

Dalam kerja sama dengan Tiongkok selanjutnya, kata dia, pemerintah akan memperketat dan mengawasi penerapan teknologi, penggunaan konsultan, desain teknis, dan lainnya.

“Kita bikin (syaratnya) kompetitif. Proyek yang sudah (FTP Tahap I) akan mereka kerjakan lagi untuk naikkan kualitasnya,” kata dia.

Menurut situs resmi Setkab, dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Jinping, Presiden Jokowi ingin memastikan keterlibatan Tiongkok dalam proyek pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandara, pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer, pembangunan jalan kereta sepanjang 8.700 km, dan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35 ribu megawatt.

Selain itu, Tiongkok juga direncanakan akan terlibat dalam pembagunan kereta api (KA) cepat jalur Jakarta – Bandung, dan Jakarta – Surabaya.

Kapasitas Rendah Sebelumnya, Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Priatna mengatakan pemerintah akhirnya meminta investor Tiongkok untuk menyewa (lease back) kembali proyek “Fast Track Program” (FTP) tahap pertama, yang dicanangkan 10.000 megawatt.

Proyek FTP Tahap I ini dimulai pada 2006, dan hingga 2015, realisasinya sudah 90 persen. Namun, ternyata, faktor kapasitas (capacity factor) dari proyek tersebut sangat tidak maksimal, hanya 35-50 persen. Karena rendahnya faktor kapasitas itu, produksi listrik yang didistribusikan tidak maksimal.

“Analoginya, jika listrik yang harusnya dihasilkan untuk 100 orang, tapi ini hanya untuk 35 orang,” kata Dedy.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka