Jakarta, Aktual.co —Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mohammad Hasroel Thayib mengatakan Provinsi DKI Jakarta membutuhkan pohon penyerap karbon dioksida yang menjadi salah satu parameter pencemaran udara, dan tidak sekadar menanam pohon pelindung di ruang terbuka hijau (RTH) yang telah tersedia.

“RTH mempunyai peran sebagai pengubah energi cahaya matahari menjadi energi atau oksigen dan tidak mengubahnya menjadi energi panas. Jadi ada dua peran yang berbeda yaitu sebagai penyerap panas dan mengubah energi radiasi matahari menjadi oksigen,” katanya di Jakarta, Jumat (17/10).

Perbedaan peran tersebut kata dia, juga akan berdampak kepada perlakuan jenis pohon yang ditanam, apakah sekadar perindang atau pohon yang mampu menyerap polutan di udara.

Khusus untuk pohon penyerap CO2, pemerintah disarankan menanam pohon khusus seperti Ginkgo Biloba yang banyak ditanam di Jepang yang punya peran besar meminimalkan pencemaran udara, sementara pohon-pohon lainnya yang saat ini ditanam seperti angsana atau pinus lebih sebagai pohon peneduh dan kurang menyerap CO2.

“Saya mencoba menghubungi teman-teman yang ada di Jepang agar bisa mendatangkan biji Ginkgo Biloba ke sini untuk dikembangbiakkan. Mungkin agar sulit berkembang karena berbeda habitatnya,” katanya.

Walaupun agak sulit dikembangkan di Indonesia atau Jakarta, namun dia optimistis dengan peran teknologi yang dimiliki Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dapat dilakukan mutasi sehingga bisa bisa beradaptasi dengan lingkungan Indonesia.

Sebab menurut dia dengan kondisi pertumbuhan kendaraan di Jakarta sebesar 8-12 persen per tahun, peluang meningkatnya pencemaran udara yang diakibatkan sektor transportasi tidak bisa dihindarkan.

“Mudah-mudahan ini bisa menjadi solusi. Tak perlu meniadakan pohon yang telah ditanam saat ini, tapi perlu menyisipkannya dengan pohon penyerap CO2. Apalagi bila dilihat dari udara hanya sedikit ruang terbuka hijau yang kelihatan,” ujarnya.

Sebelumnya, hasil pemantauan kualitas udara kontinyu yang dilakukan pada tahun 2013 di lima titik wilayah perkotaan ditemukan paramater pantau karbon monoksida, sulfur dioksida dan ozon telah berada di atas ambang batas.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid