Jakarta, Aktual.co — Bank Indonesia (BI) bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan Rapat Koordinasi dalam rangka untuk menghadapi perkembangan kondisi makroekonomi dan risiko ke depan.
“Rapat tersebut menyimpulkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini ditandai oleh stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Hal ini tidak terlepas dari koordinasi kebijakan Pemerintah dan BI yang semakin sinergis dan koheren,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara dalam keterangan yang diterima Aktual, Jumat (17/10).
Namun, lanjutnya, ke depan sejumlah risiko yang berasal dari domestik dan eskternal perlu untuk diwaspadai. Kebijakan yang terkoordinasi antara moneter, fiskal dan sektor riil tetap diperlukan untuk dapat secara efektif mengelola berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi dan memperdalam perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka transisi pemerintahan disepakati untuk memperkuat koordinasi kebijakan yang secara konsisten diarahkan pada empat upaya untuk memelihara stabilitas makro dan sistem keuangan
“Empat upaya tersebut, Pertama mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Kedua, melanjutkan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih berkesinambungan. Ketiga, menjaga kesinambungan fiskal. Dan keempat, mengelola Utang Luar Negeri (ULN) yang lebih sehat,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa koordinasi kebijakan akan diperkuat dalam mengantisipasi meningkatnya tekanan inflasi melalui dua langkah. Pertama, koordinasi BI dan Pemerintah Pusat terkait arah kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk tahun 2014-2015 dan respon yang sinergis antara kebijakan moneter, fiskal dan sektoral untuk mitigasi potensi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap stabilitas ekonomi. Kedua, koordinasi BI dan Pemerintah Daerah untuk mengantisipasi dampak kebijakan BBM bersubsidi kepada harga-harga secara langsung maupun tidak langsung (second-round effect) terhadap inflasi daerah.
Pemerintah dan BI juga menyepakati sejumlah langkah dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah.
“Pertama, meningkatkan penggunaan rupiah dalam transaksi di Indonesia. Kedua, reformasi sektor energi termasuk kebijakan subsidi. Ketiga, kebijakan struktural berupa pemberian insetif bagi Foreign Direct Investment (FDI) yang melakukan reinvestasi pendapatan. Keempat, kebijakan mendorong penggunaan jasa pengangkutan dan asuransi nasional untuk menekan defisit neraca jasa. Dan terakhir, implementasi hedging oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola risiko nilai tukar,” tambahnya.
Sementara itu, terkait pengendalian fiskal, Pemerintah akan melakukan langkah-langkah untuk menjaga kesinambungan fiskal, antara lain, melalui optimalisasi penerimaan pajak dan pengendalian subsidi energi yang lebih efisien dan tepat sasaran.
“Rapat koordinasi juga memandang perlunya upaya mengendalikan risiko ULN seiring dengan indikator Debt Service Ratio (DSR) yang meningkat dan semakin dekatnya momentum normalisasi The Fed. Menghadapi hal tersebut, perlu diterapkan aturan prudensial guna memperkuat manajemen risiko kurs sektor korporasi (debitur ULN) dan mendorong implementasi hedging,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka