Jakarta, Aktual.com — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali menolak nota keberatan tim penasihat hukum mantan Bupati Lombok, Zaini Arony. Majelis hakim menyatakan bahwa KPK berhak mengangkat penyidik independen.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menjelaskan, dalam eksepsinya tim penasihat hukum Zaini menganggap penyidikan kasus terhadap kliennya tidak sah, lantaran penyidik bukan dari Kejaksaan atau Polri.
“Jadi, dalam putusan sela itu, majelis hakim berpendapat bahwa KUHAP bukanlah satu-satunya acuan untuk acara pidana, termasuk lex spesialis dalam UU KPK. Salah satunya wewenang KPK dalam mengangkat penyidik sendiri. Jadi itu ada dalam putusan sela Zaini Arony,” kata Priharsa saat dikonfirmasi, Kamis (18/6).
Seperti diketahui, Zaini didakwa telah menyalahgunakan kekuasaannya terkait perizinan pengunaan pemanfaatan tanah pada 2012 yang diduga melakukan pemerasan Rp 1,4 miliar terhadap Putu Gede Djaja, yang merupakan investor asal Bali.
Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagai diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa pada Oktober 2010 Putu Gede berencana untuk menginvestasikan tanah seluas 170 hektar dengan kesepakatan harga Rp 28 miliar. Investasi itu untuk membangun kawasan wisata di Desa Buwun Mas, Lombok Barat, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan di daerah setempat.
Untuk membangun kawasan wisata itu Putu Gede diharuskan membuat izin pemanfaatan ruang, seperti izin prinsip, izin lokasi, dan izin pengunaan pemanfaatan tanah. Kemudian Zaini mengajak Putu Gede agar bekerja sama untuk mengajukan izin tersebut, dengan menggunakan nama perusahaan PT Kembang Kidul Permai.
Alih-alih untuk memperlancar penerbitan IPPT itu, Zaini malah meminta uang dan beberapa barang kepada Putu Gede. Permintaan itu berupa dua unit mobil Toyota Inova dengan total Rp 295 juta, jam tangan rolex Rp 130 juta, satu cinci mata kucing Rp 64 juta, uang tunai dengan total Rp 700 juta, dan tanah seluas 29.491 meter persegi, di Desa Buwun Mas, Lombok Barat.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu