Jakarta, Aktual.com — Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Muhammad Misbakhun menepis anggapan dana aspirasi sebesar Rp20 miliar per orang dalam satu tahun hanya merupakan pembagian jatah bagi setiap anggota dewan.

Bahkan secara tegas, Misbakhun saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/6), mengatakan tidak ada dana aspirasi yang sedang dibahas di DPR RI melainkan hanya tim mekanisme Usulan Program Pendanaan Daerah Pemilihan (UP2DP).

“Tidak ada yang namanya dana aspirasi yang dibahas, hanya memang ada tim mekanisme UP2DP. Hal itu untuk mengawasi alokasi dana pembangunan dapil. Kita sedang konsentrasikan itu untuk memperkuat perwakilan DPR di dapil masing-masing,” ujar Misbakhun.

Badan tersebut, sambung Misbakhun, telah mewakili seluruh fraksi di DPR yang diketuai oleh Taufik kurniawan dari Fraksi PAN dengan lima orang wakil, yaitu Hendrawan Supratikno (PDIP), dirinya yang mewakili Golkar, Bambang Riyanto (Gerindra), Herman Khaeron (Demokrat) dan Totok Daryanto (PAN).

Meski demikian, Misbakhun menegaskan, dari rapat yang telah dilakukan tim monitoring UP2DP, dipastikan tidak membicarakan soal jatah dengan nilai untuk masing-masing anggota sebesar Rp20 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Tim tersebut beberapa kali rapat dan menyosialisasikannya ke Jatim dan yang berkembang itu, bukan soal dana aspirasi yang sifatnya DPR ambil alih tugas pemerintah menyusun anggaran dan meminta jatah Rp20 miliar terus dibagi-bagikan,” ujarnya.

Politisi Golkar ini juga memastikan, dengan dibentuknya UP2DP tidak ada motivasi sedikitpun dari DPR menggerus peran dan fungsi eksekutif dalam menjalankan pemerintahan dan menggerakan pembangunan bangsa karena yang disiapkan DPR tersebut adalah tata cara pengajuan proposal dana aspirasi.

“Yang disiapkan DPR itu tata cara pengajuan proposal untuk dana pembangunan dari legislator, mekanisme rapatnya, dan menyerahkan itu ke pemerintah. Jadi tidak ada istilah DPR ambil alih kewenangan pemerintah, punya anggaran sendiri, eksekusi anggaran dan lainnya,” ucapnya.

Proposal tersebut, kata Misbakhun, adalah proposal yang disampaikan oleh setiap anggota dewan sesuai aspirasi yang diterima dari daerah pemilihannya kepada fraksi untuk diparipurnakan dan dispaikan ke eksekutif untuk menerima usulan tersebut secara sah.

Proses ini, katanya, juga akan jadi acuan pengawasan DPR dan pemerintah di dalam dana pembangunan dapil itu.

“Jadi UP2DP mekanismenya adalah anggota DPR menerima proposal dari masyarakat kemudian direkap dan disampaikan ke fraksi untuk diparipurnakan kemudian ke Setjen agar diserahkan ke pemerintah. Selebihnya APBN biasa, ini juga pengawaaan,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid