Jakarta, Aktual.com — Komisi Yudisial (KY) mesti mempertanyakan kaitan bisnis antara enam anak hakim agung dengan pengacara, Safitri Hariyani Saptogino. Sebab, muncul dugaan jika bisnis berupa rumah sakit itu, terjadi tidak lama usai perkara PK kasus gembong narkoba yang juga pemilik pabrik ekstasi di Surabaya, Hanky Gunawan.

Demikian disampaikan, Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar, H John Kenedy Azis, kepada wartawan, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/6).

“Sebaiknya dipertanyakan, sebab ini kan hakim dan pengacara itu sama-sama penegak hukum,” ujar dia.

Ia mengatakan, KY mesti bertindak apakah dalam kerjasama itu memang berkaitan dengan perkara di Mahkamah Agung (MA).

“Apakah kerjasamanya profesional, tapi apakah ada unsur lain di balik kerjasama itu. Misalnya untuk memuluskan pekerjaan si pengacara, ini harus disikapi oleh Komisi Yudisial,” kata dia.

Komisi Yudisial membuka kemungkinan untuk kembali membuka penyelidikan kasus dugaan keluarga enam hakim agung yang berkongsi mengelola bisnis rumah sakit bersama seorang pengacara, Safitri Hariyani Saptogino.

Komisioner Komisi Yudisial, Imam Anshori, pun membuka kemungkinan jika kasus ini ikut ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Selengkapnya: KPK Bisa Ikut Tangani Kasus Bisnis Anak Hakim Agung).

Sebelumnya diberitakan, salah satu media nasional mengungkap dugaan kedekatan seorang pengacara dengan sejumlah hakim agung. Pengacara itu dan keluarga hakim agung tersebut dikabarkan kerja sama mengelola bisnis rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat.

Bisnis berupa rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat tersebut terendus tidak lama usai perkara PK kasus gembong narkoba yang juga pemilik pabrik ekstasi di Surabaya Hanky Gunawan divonis hukuman mati dalam putusan kasasi MA.

Putusan diketok palu pada Agustus 2011. Dalam sidang PK, majelis hakim yang beranggotakan hakim agung Imron Anwari, Ahmad Yamanie dan Nyak Pha mengubah hukuman Hanky Gunawan menjadi 15 tahun penjara.

Usai putusan kontroversial tersebut MA bersama KY kemudian membentuk majelis kehormatan hakim guna menyelidiki vonis itu. Dalam penyelidikan ditemukan tulisan tangan Yamanie mengubah putusan PK Hanky dari 15 tahun menjadi 12 tahun penjara. Namun Yamanie membantah telah mengubah putusan itu.

Belakangan diketahui, seorang pengacara sekaligus kurator itu ternyata memiliki jaringan kepada hakim agung Imron Anwari dan Yamanie melalui bisnis rumah sakit di Cikampek bernama Aqma dulunya bernama Izza.

Anak-anak kedua hakim agung tersebut menjadi direktur utama dan direktur sekaligus pemegang saham di rumah sakit tersebut. Sementara keluarga pengacara itu menjadi pemegang saham mayoritas.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby