FILE - This Sept. 28, 2001, file photo of Muslim Uighur men emerging from the Id Kah mosque after prayers, in Kashgar, in China's western Xinjiang province Friday, Sept. 28, 2001. This weekend's bloody riot in China's Muslim far west carries disturbing reminders of anti-Chinese violence in another troubled region -- Tibet -- and shows how heavy-handed rule and radical resistance are pushing unrest to new heights. The clash between ethnic Muslim Uighurs and China's Han majority in Xinjiang that left at least 140 dead signaled a new phase in a region used to seeing bombings and assassinations by militant separatists but few mass protests. (AP Photo/Greg Baker,file)

Jakarta, Aktual.com – Polisi Xinjiang, Tiongkok, menyerang warga muslim Uighur di selatan Kota Kashgar, Rabu (24/6). Dalam serangan tersebut, polisi mengklaim telah menewaskan 15 muslim Uighur.

Serangan ini dilakukan sebagai balas dendam atas serangan bom di pos pemeriksaan yang diklaim polisi dilakukan oleh muslim Uighur.

Dalam serangan di pos pemeriksaan itu, polisi mengklaim bahwa pelaku penyerangan membunuh sejumlah polisi dengan pisau dan bom di pos pemeriksaan.

“Ketika salah seorang polisi di pos pemeriksaan berlari keluar, tersangka memundurkan mobil lalu menabrak dan mematahkan kakinya. Dua tersangka lainnya kemudian bergegas keluar dari mobil menggunakan pisau untuk menyerang dan membunuh dua polisi yang akan menyelamatkan rekannya,” ujar Turghun Memet, polisi di distrik Heyhag, dikutip dari TheGuardian, Rabu.

Kekerasan pada muslim Uighur terus terjadi selama beberapa tahun terakhir. Kelompok Muslim Uighur dan Aktivis Ham mengatakan, kerusuhan di Xinjiang ini dipicu karena pembatasan terlalu ketat terhadap ibadah umat Islam di kota tersebut.

Serangan ini sebagai protes pembatasan aktivitas agama muslim Uighur di Tiongkok yang berlangsung sejak lama. Pembatasan paling baru adalah larangan bagi umat muslim untuk berpuasa di bulan Ramadhan.

Pemerintah Tiongkok memeberikan pemberitahuan resmi bahwa anggota partai, PNS, siswa dan guru dilarang berpuasa. Larangan ini berlaku sejak tahun lalu.

Mereka juga memerintahkan restoran halal tetap buka pada siang hari. Juru Bicara muslim Uighur, Dilxat Raxit mengatakan, perintah ini merupakan bentuk politisasi pemerintah.

Dilansir dari TheGuardian, Presiden Xi Jinping menilai agama yang ada di Tiongkok tidak boleh dipengaruhi asing. Seluruh warga dan agama manapun harus berjanji hanya setia untuk negara.

Tiongkok dengan mayoritas ateis berusahan mengendalikan berbagai agama dan penyebarannya. “Kita harus mengelola urusan agama sesuai dengan hukum dan sesuai dengan keinginan kami,” ujar Xi Jinping.

Xi beralasan, pasukan asing menggunakan agama untuk menyusup pada masayarakat Tiongkok. Sehingga dapat menguasai warga dan menjatuhkan partai yang berkuasa saat ini.

Artikel ini ditulis oleh: