Jakarta, Aktual.com — Isu reshuffle menteri kabinet Jokowi-Jusuf Kalla yang tidak jelas kepastiannya dinilai sebagai upaya menutupi kepentingan asing terkait kontrak tambang dan migas.
“Reshufle atau jangan sampai jadi selimut hitam gelap yang menutupi pandangan kita dari kepentingan bangsa yang besar. Bulan ini ijin ekspor konsentrat Freeport akan segera berakhir setelah terakhir diperpanjang 6 bulan lalu pada 25 Januari 2015,” ujar direktur Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Jumat (3/7).
Menurutnya, kontrak freeport tersebut sangat penting bagi negara. Presiden Joko Widodo sangat berkepentingan dan berusaha keras untuk mendapatkan nilai lebih dan pendapatan lebih dari tambang Freeport.
“Apa yang didapat oleh Indonesia selama ini tidaklah seberapa dibanding apa yang dibawa oleh Freeport ke luar. Freeport bisa kaya raya tapi Papua tetap di bawah garis kemiskinan dan bangsa Indonesia tidak mendapatkan hasil maksimal dari haknya sebagai pemilik sah Sumber Daya Alam di Papua. Kedepan, Freeport tidak boleh dimanjakan lagi oleh bangsa,” jelasnya.
Ijin eksport konsentrat yang akan segera berakhir bulan ini, lanjutnya, tentu tidak boleh dibiarkan lagi diperpanjang tanpa ada progres dari komitmen dalam MOU terutama untuk pembangunan smelter. EWI melihat tidak ada progres kemajuan dalam pembangunan smelter.
“Freeport sudah mendikte kita sebagai bangsa lemah yang layak dipermainkan. Pemerintah harus tegas dalam hal ini, Freeport sudah keterlaluan tidak tunduk pada hukum di negara yang katanya berdaulat dan merdeka ini,” jelasnya.
Pihaknya mendesak Kementrian ESDM untuk bertindak tegas terhadap Freeport, stop eksport atau kenakan bea keluar 15% – 20% hingga smelter dibangun.
“Jika Freeport tetap membandel, sebaiknya pemerintah mencari investor lain yang mau berbagi hasil lebih adil dengan bangsa, tidak usah perpanjang lagi kontrak Freeport. Dan jangan isu resufle dan lebaran ini menenggelamkan isu ini hingga ijin eksport diperpanjang diam-diam,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka