Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo dihimbau agar tidak memasukkan penganut neoliberalisme dalam Kabinet Kerja.
Pasalnya, pemanggilan pakar ekonomi beberapa waktu lalu menyeret sejumlah nama yang dikenal menganut neoliberalisme pada era sebelumnya dan dinilai mengancam posisi presiden.
“Para menteri perekonomian saat ini sudah mengalami krisis legitimasi di mata publik dan pasar. Serta mengancam posisi Jokowi ke arah delegitimasi jika reshuffle tidak dilakukan,” ujar pengamat politik Herdi Sahrasad dalam diskusi bertema ‘Quo Vadis Arah Ekonomi Indonesia? di Antara Reshuffle, Kabinet Neolib, dan Kabinet Kerakyatan’ yang digelar Founding Fathers House (FFH) di kantornya, Jalan Prapanca Raya, Jakarta, Senin (6/7).
Herdi mengatakan jika Jokowi mampu melakukan reshuffle kabinet secara kredibel maka bisa mewujudkan ekonomi konstitusi dengan mengikis neoliberalisme. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, di khawatirkan Jokowi hanya mengulangi neoliberalisme SBY yang menyeret Indonesia ke jurang jebakan utang.
Peneliti di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina itu pun menyinggung nama-nama yang belakangan dianggap tak layak masuk jajaran tim ekonomi Kabinet Kerja.
Misal, lanjutnya, mantan Menkeu Sri Mulyani yang terkenal neolib dan terlibat skandal Bank Century, mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution juga neolib dan diduga terlibat kasus pajak, begitu pula mantan Menkeu Chatib Basri yang berpandangan neolib dan terbukti gagal kinerjanya di era SBY.
“Kesemuanya itu adalah good guy-nya IMF, World Bank, ADB dan sejenisnya. Dengan tabiat lama kecanduan utang dan tidak kreatif serta tidak punya terobosan,” cetusnya
Seperti diketahui, di sektor ekonomi, Jokowi sudah mendapat warisan dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya berupa quatro defisit. Yakni defisit perdagangan, neraca berjalan dan pembayaran, serta defisit anggaran yang masih akan terus menekan nilai tukar rupiah.
Artikel ini ditulis oleh: