Semarang, Aktual.com – Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) menahan truk muatan barang agar tidak keluar dari area pelabuhan Tanjungemas selama H-3 lebaran Idul Fitri 1436 H.
Asisten Manajer Operasi TPKS, Purwanto Wahyu Widodo mengatakan pelarangan truk dalam rangka memberikan kesempatan bagi pemudik yang menggunakan jalur utama.
“Boleh pun harus melalui dispensasi, maksimal H-3 lebaran. Setelah H-3 sudah dipastikan truk tersebut tidak bisa keluar (area pelabuhan) untuk memberikan kesempatan bagi pemudik yang menggunakan jalur utama,” ujar dia di pelabuhan Tanjungemas, Selasa (7/7).
Terhitung, sejak H-5 lebaran Idul Fitri aktivitas bongkar muat barang sudah dibatasi. Meski begitu, akan dibuka kembali alur truk setelah dua hari (H+2) lebaran. Sementara, pada H+3 kegiatan operasional TPKS
berjalan seperti semula lagi.
“Tapi biasanya setelah lebaran itu pabrik-pabrik masih tutup, jadi masih menunggu barang diproduksi untuk kemudian dilakukan eksportasi maupun importasi,” tuturnya.
Sedangkan kegiatan bongkar muat TPKS sendiri, lanjutnya, hanya berhenti selama 8 shift yakni mulai tanggal 16 sampai 18 Juli. Shift operasi dalam TPKS terbagi menjadi tiga kali.
“Tanggal 16 shift dua itu sudah stop operasi. Tanggal 19 sudah mulai kerja lagi,” terangnya.
Terkait capaian target, TPKS di tahun 2015 hingga saat ini BUMN tersebut belum memenuhi Rancangan Kerja Anggaran (RKA) 2015. Hal ini disebabkan, pada triwulan I terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang membuat sektor domestik mengalami penurunan, salah satunya akibat fluktuasi BBM yang naik-turun. Banyak pengusaha berpikir ulang ketika melakukan pengiriman antar pulau.
“Termasuk pengusaha trakking, ekspor-impor, dia harus mengakumulasikan seluruh biaya dari THR yang naik, BBM naik, termasuk harus memperbaharui kontrak,” imbuh Purwanto.
Namun jika dilihat secara semester, kenaikan rata-rata di TPKS mencapai 1,8%. Sedangkan ditilik dari indeks triwulan peningkatan kegiatan bongkar muat tercapai hingga 2%.
Terlebih per 1 Juli, penggunaan kurs Rupiah sudah diterapkan oleh pemerintah sebagai pengganti mata uang Dollar, termasuk manajemen TPKS. Dampaknya, para importir ketika akan membayar biaya pengiriman
atau Ocean Freigh (O/F), maka mereka harus membayar rupiah yang dikonversi ke dollar dengan biaya tinggi yakni Rp 15.000/US$.
“Ini sangat mempengaruhi perdagangan kita,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh: