Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum mendapatkan salinan putusan lengkap mantan Deputi Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Bank Indonesia (BI), Budi Mulya dari Mahkamah Agung.

Padahal, putusan terhadap pelaku korupsi terkait pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, telah berkekuatan hukum tetap (incrah) sejak Mei 2015 lalu.

Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji mengatakan, belum adanya salinan putusan Budi Mulya, membuat kelanjutan kasus Bank Century menjadi tidak jelas.

“Apapun kami tetap harus menunggu penerimaan resmi putusan MA yang hingga kini belum ada,” ujar Indriyanto, saat dikonfirmasi, Selasa (7/7).

Dengan tidak adanya salinan putusan tersebut, kelanjutan penanganan kasus Bank Century menjadi terhambat. Pasalnya, dalam putusan tersebut terdapat beberapa nama-nama yang berpotensi menjadi tersangka.

“Harus dikaji pertimbangan yang terkait dengan Amar putusannya untuk bisa menentukan langkah selanjutnya, termasuk keterkaitan pihak-pihak tertentu dalam ‘deelneming’ (penyertaan) tipikor-nya,” papar Indriyanto.

Seperti diketahui, dalam kasus tersebut Budi Mulya didakwa merugikan perekonomian negara sebesar Rp689 miliar dalam pemberian FPJP dan sebesar Rp6,762 triliun dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Dalam dakwaan pemberian FPJP ke Bank Century, terdapat nama Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Hermanus Hasan Muslim, serta Robert Tantular, yang disebut bersama-sama dengan Budi Mulya melakukan perbuatan melanggar hukum.

MA telah memvonis Budi Mulya dengan hukuman pidana selama 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Budi kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Dia terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby