Jakarta, Aktual.com —  Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I-2015 tercatat USD298,1 miliar, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, beberapa pihak khawatir Indonesia tak mampu bayar utang, apalagi nilai rupiah terus melemah.

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop mengatakan agar masyarakat tak perlu khawatir dengan ULN. Namun, kata dia, Indonesia tetap perlu waspada.

“Saya setuju bahwa ULN, khususnya swasta adalah unsur penting yang harus dicermati. Apalagi kalau dari PDB (Produk Domestik Bruto) ini masih masuk, dan secara nominal turun, ada risiko depresiasi, dan BI harus lakukan kebijakan atasi hal tersebut,” ujar Diop dalam acara Indonesia Economic Quarterly (IEC) 2015 di Jakarta, Rabu (8/7).

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan ULN merupakan pekerjaan rumah bagi kita yang tidak mudah untuk diperbaiki. “Terutama struktur kantor dan pengelolaan. Salah satunya dengan pajak, ekstensifikasi adalah salah hal yang dapat dilakukan,” jelasnya.

Sementara itu, Managing Partner HD Asia Advisory, Bernradus Djonoputro mengatakan ULN dapat diselesaikan jika sektoral atau konsumen tumbuh dengan baik. Menurutnya, membangun transformasi massal dengan baik akan mampu menyelesaikan ULN yang ada.

“Bila kita lihat siklus bisnis di Eropa atau AS, kita punya waktu untuk pendekatan yang sifatnya lebih kohesif. Semua orang bergerak dengan strateginya sendiri,” pungkasnya.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pada triwulan IV-2014, ULN Indonesia tumbuh 10,20 persen (yoy), sementara memasuki Triwulan I-2015 tumbuh sebesar 7.6 persen. Dilihat dari jumlahnya, posisi ULN pada akhir triwulan I-2015 tercatat sebesar USD298,1 miliar, terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD132,8 miliar (44,5 persen dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar USD165,3 miliar (55,5 persen dari total ULN).

Artikel ini ditulis oleh:

Eka