Jakarta, Aktual.com – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan akan segera direvisi.
Kementerian Tenaga Kerja melakukan itu, menyusul banyaknya pernyataan keberatan dari para pekerja, terkait waktu pencairan dana JHT yang baru bisa dilakukan setelah 10 tahun bekerja, atau saat pekerja memasuki usia 56 tahun.
“Pemerintah saat ini tengah merevisi PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang BPJS Ketenagakerjaan khususnya tentang penyelenggara JHT yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Pasal 37 Ayat 1 sampai 5,” kata Menaker Hanif Dhakiri, Kamis (9/7).
Diakuinya, revisi dilakukan setelah ada arahan langsung dari Presiden Joko Widodo. Aturan itu berlaku bagi kepesertaan yang sudah memasuki masa lima tahun dan terkena PHK sebelum 1 Juli 2015.
“Yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah, penetapan 10 tahun itu, bukan aturan pemerintah, tapi Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional,” ucap dia.
Namun, katanya, ketentuan yang telah diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang JHT BPJS Ketenagakerjaan itu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, karena banyak pekerja yang belum mendapat kepastian status pekerjaan pada suatu perusahaan.
“Terkait hal tersebut, Presiden sangat responsif dengan apa yang dikeluhkan oleh para pekerja. Makanya, saya kemudian ditugaskan untuk segera melakukan revisi PP itu,” katanya.
Saat ini , lanjutnya, proses revisi PP tersebut memang masih berjalan.
Menaker mengatakan pihaknya akan menekankan agar PP tersebut nantinya dapat memberikan pengecualian kepada para pekerja yang terkena PHK, sehingga mereka bisa mencairkan tabungan JHT paling lambat satu bulan setelah keluar dari perusahaan ditempat mereka bekerja.
Hanif menambahkan untuk para pekerja yang di PHK sebelum 1 Juli 2015 tetap bisa melakukan pencairan JHT-nya sekarang, asal pekerja itu terdaftar pada program BPJS Ketenagakerjaan, sesuai dengan aturan yang ada.
“Saya rasa ini menjadi suatu prioritas utama dari pak Presiden, agar para pekerja bisa mendapatkan hak nya, tanpa merasa dirugikan,” kata Hanif.
Artikel ini ditulis oleh: