Tersangka kasus dugaan suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Morotai, Rusli Sibua, meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Rabu (8/7). KPK akhirnya menahan Bupati Morotai tersebut di rumah tahanan KPK cabang Pomdam Guntur, Jakarta Pusat setelah harus dipanggil paksa dan menjalani pemeriksaan selama hampir enam setengah jam. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ed/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Kuasa hukum Bupati Morotai Rusli Sibua akan melayangkan nota keberatan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tidak adanya pemberitahuan pemeriksaan terhadap kliennya tersebut.

“Nanti akan kami kirim nota keberatan, bahwa kami keberatan dengan cara dan model pemeriksaan yang seperti ini,” ujar pengacara Rusli, Ahmad Rifai saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/7).

Dia menilai apa yang telah dilakukan oleh satu-satunya lembaga pemberantasan korupsi tersebut, tidak sesuai dengan integritas dan komitmen yang berlaku. Dia mengaku baru dihubungi KPK 30 menit sebelum pemeriksaan kliennya. Hal tersebut, kata dia, seharusnya tidak boleh terjadi karena harus ada pendampingan dari kuasa hukum, bahkan bagi pihak yang telah ditetapkan tersangka sekalipun.

“Saya kaget juga, tiba-tiba klien saya di sini dan tidak diberi tahu. Kemarin sudah terjadi seperti ini, sekarang terjadi lagi kedua kalinya. Ini apa-apaan?” ujar dia.

Ahmad menilai seharusnya KPK menghormati proses seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dan turut menjaga integritas dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

KPK kembali memanggil mantan Bupati Morotai Rusli Sibua untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK selama tiga jam. Pemeriksaan kali ini merupakan yang pertama setelah penjemputan paksa dan penahanan di Rutan Guntur, Rabu (8/7).

Pada hari tersebut KPK menjemput paksa Rusli Sibua di sebuah hotel di Jakarta dan langsung melakukan penahanan di Rutan KPK cabang Pomdam Guntur setelah dilakukan pemeriksaan dan penyidikan.

Rusli kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sengketa Pilkada Morotai di Mahkamah Konstitusi pada 25 Juni 2015. Penetapan status tersangka tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu