Jakarta, Aktual.com – Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK INDONESIA) Mirah Sumirat mendesak Pemerintah untuk menunda pemberlakukan untuk seluruhnya isi Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2015 terkait program Jaminan Hari Tua, sampai adanya revisi yang lebih melindungi hak-hak pekerja. Namun, rencana Pemerintah yang akan melakukan revisi PP 46/2015 pun tidak kunjung ada kepastian.
“Bagaimana mungkin Peraturan Pemerintah diimplementasikan sebagian saja, sedangkan yang sebagian lagi tidak diimplementasikan? Tanpa adanya produk hukum baru yang menetapkan tentang pemberlakuan sebagian itu?,” ujar Mirah di Jakarta, Selasa (14/7).
Menurutnya, Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, hanya menyampaikan di beberapa media terkait revisi yang hanya akan mengatur tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) untuk para pekerja yang di PHK sebelum 1 Juli 2015 dengan masa tunggu 1 bulan setelah di PHK. Sedangkan untuk yang di PHK setelah 1 Juli 2015, pencairan JHT menunggu adanya revisi PP 46/2015. Revisi besaran JHT yang dapat dicairkanpun dari 10 persen hanya menjadi 3 persen.
“Bertele-telenya revisi PP 46/2015 menyebabkan nasib pekerja yang di PHK setelah 1 Juli 2015 menjadi terkatung-katung, padahal pekerja dimaksud ingin mencairkan uangnya sendiri,” cetusnya
Lebih lanjut, Mirah menuturkan bersikerasnya Pemerintah untuk membatasi besaran JHT yang dapat dicairkan hanya 30 persen, semakin memperlihatkan karakter Pemerintah yang kaku dan tidak mau menerima aspirasi dari serikat pekerja.
“Kenapa Pemerintah tetap ngotot untuk hanya mau membayarkan 30 persen? Padahal Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), tidak mengamanatkan pembatasan 30 persen itu!,” tegasnya
“Seharusnya Pemerintah lebih mendengar masukan dari serikat pekerja! Banyak pekerja kontrak dan outsourcing yang di PHK sebelum hari Raya Idul Fitri tahun ini, dimana para pekerja tersebut tidak mendapat pesangon dan penghasilan lagi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup jelang lebarannya. Kondisi sosial masyarakat ini yang seharusnya menjadi perhatian Pemerintah!,” tambahnya
Mirah mengatakan Menteri Ketenagakerjaan dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, di berbagai media selalu membangun opini yang tidak seluruhnya benar dengan mengatakan bahwa PP JHT 46/2015 sudah sejalan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
“Faktanya tidak ada satupun pasal dalam UU dimaksud yang menyatakan pembatasan prosentase pencairan JHT, apakah 10 persen, 20 persen, 30 persen atau 75 persen sekalipun. Penentuan besaran 10 persen yang kemudian akan direvisi menjadi 30 persen, sesungguhnya tidak boleh menjadi harga mati dari Pemerintah,” ungkap Mirah.
Artikel ini ditulis oleh: