Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia secara konsisten tetap mengarahkan bauran kebijakannya pada upaya menjaga stabilitas makro ekonomi di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif.

Berkaitan dengan itu Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Selasa (14/7) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI atau BI Rate sebesar 7,5 persen. Sementara suku bunga Deposit Facility 5,5 persen dan Lending Facility sebesar 8 persen.

“Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada kisaran sasaran inflasi 4 plus minus satu persen di 2015 dan 2016,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Tidak berubahnya tingkat BI Rate ini sudah diperkirakan sebelumnya oleh sejumlah kalangan. Alasannya, bank sentral saat ini sedang fokus mengantisipasi ancaman naikknya inflasi, selain perlunya menjaga stabilitas pasar finansial.

Terhitung sejak Februari 2015, BI terus mempertahankan BI Rate pada 7,5 persen. BI menurunkan suku bunga acuan itu dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen pada Februari 2015 lalu, mengingat laju inflasi yang terkendali dan prospek daro reformasi struktural perekonomian.

Tirta Segara juga mengatakan BI menilai, pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian.

Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat.

“Meski terdapat indikasi awal perbaikan, secara umum perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi,” kata Tirta.

Sejalan dengan itu, lanjutnya, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut.

Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh.

Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani.

Perekonomian dunia yang bias ke bawah berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meski harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual.

Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi.

Domestik Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015 diperkirakan masih terbatas dan baru akan kembali meningkat pada triwulan III 2015.

Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun.

Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah.

Sejalan dengan itu, investasi diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah.

Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah.

“Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II 2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan,” kata Tirta.

Menurut Tirta, BI juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“BI juga mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyek-proyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan,” ujar Tirta.

Volatilitas Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi dalam keterangan tertulisnya mengatakan volatilitas di pasar keuangan masih ada, dan terutama sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah. Ini berarti tidak banyak yang dapat dilakukan BI saat ini.

Selain itu data makro ekonomi dan neraca perdagangan pun belum menunjukkan perbaikan hingga memasuki awal semester II 2015 ini.

Konsumsi domestik, baik swasta dan rumah tangga, masih lesu. Lesunya konsumsi juga akan terlihat dari kinerja impor, padahal pembangunan infrastruktur masih mayoritas membutuhkan barang modal impor.

Selain itu, kata Gundy, kinerja dunia usaha untuk menggenjot produksi demi memenuhi konsumsi atau permintaan juga belum terlihat.

Ia memperkirakan laju impor masih berada di angka negatif, atau turun sekitar 24 persen, sementara pertumbuhan ekspor juga masih melambat 18 persen.

“Masih patut dinanti apakah pemerintah akan mengakselerasi belanja fiskalnya untuk semester II 2015,” kata dia.

Bakal tetapnya BI Rate itu juga diprediksi Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk Glen Glenardi.

“Sebenarnya tergantung dari sisi melihatnya, kalau dari sisi inflasi dengan adanya Lebaran ini kan inflasi year on year masih tujuh persen sekian. Jadi saya perkirakan suku bunga masih akan tetap,” ujar Glen.

Meski demikian Glen berharap agar BI rate dapat diturunkan, sedikitnya 25 basis poin agar sektor riil kembali bergairah.

“Ya plus-minus lah, inflasi harus dijaga tapi pertumbuhan juga harus dijaga kan. Tinggal mana yang jadi prioritas,” kata Glen.

Artikel ini ditulis oleh: