Jakarta, Aktual.com — Wacana untuk melakukan revisi Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menuai kontoversi.
Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyambut baik dengan langkah revisi tersebut. Dimana, RUU Perubahan UU ITE ini juga telah dilakukan harmonisasi dengan kementerian dan lembaga terkait juga dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyambut gembira langkah Menteri Kominfo tersebut, mengingat janji revisi UU ITE sudah dilontarkan sejak 2009 dan baru 6 tahun kemudian janji tersebut mulai terlihat hasilnya,” kata Peneliti Senior ICJR, Anggara, dalam surat elektroniknya, di Jakarta, Kamis (16/7).
Pun demikian, sambung Anggara, ICJR juga menyatakan kekecewaan dan keprihatinan yang mendalam terkait RUU Perubahan UU ITE tersebut. Pihaknya memandang RUU Perubahan UU ITE tidak memuat kemajuan yang berarti dan bahkan boleh dibilang RUU Perubahan UU ITE justru merupakan langkah mundur dari pemerintah, terutama terkait dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan politik hukum pidana yang dianut oleh Pemerintahan Joko Widodo.
“Ada beberapa alasan kenapa ICJR memandang bahwa RUU Perubahan UU ITE yang digagas oleh Menteri Kominfo merupakan kemunduran politik hukum pidana nasional Indonesia, diantara UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya pengaturan mengenai penahanan yang saat ini diwajibkan melalui ijin dari Pengadilan justru dihilangkan dalam RUU Perubahan UU ITE ini,”
“Penghilangan ini juga tidak sejalan dengan semangat politik pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memperketat pengawasan terhadap upaya paksa dalam Rancangan KUHAP ( RKUHAP). Penghilangan ini justru akan melanggengkan praktik – praktik penahanan yang sewenang – wenang yang saat ini kerap terjadi,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang