Medan, Aktual.com – Perayaan Lebaran merupakan momentum yang paling tepat bagi umat Islam di Indonesia, untuk memperkuat komitmennya dalam beragama dengan kehidupan berbangsa.
Pengamat sosial politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Dr Ansari Yamamah di Medan, Jumat (17/7), mengatakan pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan perayaan Idul Fitri bukan sekadar ritual yang bersifat rutinitas semata.
Dalam kedua kegiatan tersebut, ada tuntutan bagi umat Islam untuk menunjukkan komitmen “ilahiyah” dalam kehidupan beragama dan komitmen “insaniyah” dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Sebelum merayakan Lebaran, umat Islam terlebih dulu “ditempah” melalui ibadah puasa untuk memperkokoh komitmen ilahiyahnya dan memperkuat komitmen insaniyah.
Melalui ibadah puasa Ramadhan yang memiliki sejumlah aturan yang ketat, umat Islam diminta untuk memperkuat pengabdiannya kepada Allah SWT.
Namun melalui aturan-aturan tersebut, termasuk rasa lapar dan haus yang dialami, ada pendidikan yang sangat kuat agar umat Islam memiliki kepedulian terhadap sesama, terutama kepada masyarakat yang kurang mampu.
Dengan menahan lapar dan haus mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, umat Islam akan berempati terhadap kelompok kurang mampu yang mungkin sering mengalami lapar sepanjang hidupnya.
“Melalui puasa, umat Islam diharapkan menjadi sadar jika lapar itu menyiksa, sehingga mau membantu orang yang sedang dalam kesusahan,” katanya.
Kemudian setelah berlebaran, kata dia, umat Islam dianjurkan untuk saling berkunjung untuk memperkuat silaturahim dan kekompakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Aktivitas saling berkunjung itu bukan hanya antarsesama umat Islam, tetapi juga menerima kunjungan umat dari agama lain sehingga makin memperkokoh kesatuan sebagai bagian dari elemen bangsa.
Dalam proses saling berkunjung tersebut, umat Islam sangat dianjurkan untuk “melebarkan” hati dan bermaaf-maafan untuk memperkuat hubungan yang telah terjalin selama ini.
“Makanya, Idul Fitri sering disebut ‘Lebaran’, karena inilah masanya umat Islam untuk ‘melebarkan hati’ guna memberikan maaf kepada orang lain,” kata alumni Leiden University Belanda itu.
Jika mampu menjalankan seluruh proses dalam bulan suci Ramadhan, umat Islam akan mampu merealisasikan perpaduan komitmen ilahiyah dan insaniyah tersebut sehingga layak mendapatkan predikat “taqwa”.
“Orang yang bertaqwa adalah orang menjalankan kedua komitmen ini,” ujar Ansari.
Artikel ini ditulis oleh: