Padang, Aktual.com — Sejumlah usaha fotografi yang menjual jasanya pada para pengunjung di kawasan wisata Jam Gadang Bukittinggi, Provinsi Riau, mengaku mengalami penurunan omset hingga mencapai 50 persen pada Idul Fitri 1436 Hijriah.

“Beda dengan Idul Fitri tahun sebelumnya, tahun 2015 tidak ramai pesanan dari wisatawan yang ingin diabadikan di depan Jam Gadang, bahkan kami pun bisa duduk-duduk sambil ngobrol karena menurunnya pengunjung,” kata Mulyadi (35) di lokasi wisata Jam Gadang Bukittinggi, Sabtu (18/7).

Menurut Mulyadi bapak dua anak mantan atlet binaraga Sumbar itu, pada Idul Fitri hari pertama omset yang didapat hanya Rp500 ribu, bahkan pada Idul Fitri hari kedua ini justru juga tidak jauh beda.

Ia mengatakan, kendati dirinya sudah menawarkan jasa foto pada pengunjung dengan cara mengunjungi mereka satu persatu, namun hanya satu dua orang saja yang mau berfoto.

“Menurunnya omset jasa foto di Jam Gadang antara lain lebih karena bertepatan dengan masuknya tahun ajaran baru, sehingga orang tua lebih memilih mudik ke rumah saudara dan famili ketimbang pergi ke objek wisata,” katanya.

Padahal, katanya, tahun 2014 selain wisatawan lokal dan nusantara juga sebelumnya wisman berasal dari Malaysia paling banyak mengisi libur Idul Fitri di Jam Gadang.

Fotografer lain Febri (29) yang sudah membuka usaha jasa fotografi sejak 2011 sedikit lebih beruntung.

“Pada siang ini, kami bisa memperoleh omset Rp1 juta lebih dan pengunjung yang meminta jasa foto cukup lumayan,” kata Febri.

Usaha jasa foto yang ditawarkan, untuk berbagai ukuran kini mulai dari 5 R, 6R,12 Ri,24 R berkisar Rp20 ribu hingga Rp300 ribu, atau tergantung negosiasi dengan konsumen.

“Untuk ukuran kecil bisa dua menit selesai dan ukuran 24 R 30 menit,” katanya dan menambahkan pengerjaan foto tidak tertalu lama, sembari melihat-lihat dan mengitari taman Jam Gadang, konsumen sudah bisa segera mendapatkan gambar mereka.

Mulyadi menjelaskan, usaha yang mereka geluti tidak mengalami banyak kendala apalagi usaha tersebut tidak dikenakan pajak dan sewa tempat oleh Pemerintah Kota Bukititingi.

Di kawasan Jam Gadang ini, menurut Mulyadi, ada dua kelompok yang beroperasi yakni kelompok Marawa fotografi dengan 15 anggota dan kelompok OPJ fotografi dengan anggota berkisar sembilan orang itu.

“Kami berusaha di bawah naungan Dewan Kesenian Bukittinggi yang langsung dibawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bukittinggi,” katanya.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kota Bukittinggi, Jam Gadang merupakan sebuah bangunan bersejarah yang terletak di pusat kota Bukittinggi dan menjadi mascot atau ikon utama bagi masyarakat sekitar.

Objek wisata Jam Gadang ini dibangun sekitar tahun 1826 yang di peruntukan untuk sekretaris Kota Bukittinggi yang bernama Rook Maker dari Ratu Belanda, Controleur. Tinggi bangunan ini sekitar 26 meter yang dihiasi dengan pemandangan jam dinding besar di setiap sisinya. Sultan Gigi Ameh dan Yasin merupakan dua orang arsitek yang di tunjuk untuk membangun jam gadang dengan biaya pembangunan sekitar 3 ribu gulden pada masa itu.

Selama objek wisata jam gadang berdiri di pusat pemerintahan Bukittinggi, bangunan ini telah mengalami 3 kali renovasi pada bagian atapnya.

Di mana pada zaman Belanda, atap dari jam gadang ini mempunyai bentuk yang bulat dengan sebuah objek patung ayam jantan berdiri di atasnya.

Pada zaman penjajahan negara Jepang di Indonesia, mereka kemudian mengubah penampilan atapnya dengan bentuk seperti atap klenteng. Dan ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, atap dari jam gadang tersebut diubah dengan bentuk seperti atap rumah adat minangkabau.

Jika anda perhatikan dengan lebih seksama, anda akan melihat bulatan jam dinding yang menghiasi bangunan tersebut dengan diameter 80 cm. Anda pun pasti akan bertanya – tanya ketika melihat angka empat pada jam tersebut yang terbilang cukup unik dengan lambang IIII, hal tersebut karena mereka belum mengenal huruf romawi IV pada saat pembangunan jam gadang.

Selain menikmati bangunan bersejarah Jam Gadang, pengunjung juga dapat menikmati kawasan sekitar objek wisata dengan menggunakan kendaraan tradisional masyarakat sekitar seperti andong atau yang lebih dikenal dengan nama Bendi.

Biaya yang dikeluarkan untuk menaiki kendaraan tersebut pun cukup murah, mulai dari Rp25 ribu rupiah hingga Rp50 ribu rupiah tergantung pintarnya anda melakukan negosiasi harga.

Di dekat objek wisata jam gadang anda pun dapat berkunjung ke Pasar Atas untuk mencari berbagai macam pernak pernik ataupun benda benda kerajinan khas Bukit tinggi.

Namun pasar tersebut biasanya akan ramai menjajakkan jualannya pada hari Minggu, Rabu dan Sabtu, dengan harga yang jauh lebih murah dari tempat-tempat berbelanja lainnya

Artikel ini ditulis oleh: