Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Komples Parlemen, Jakarta, Kamis (2/7). Rapat tersebut membahas persiapan pengamanan pilkada, pelaksanaan 11 program prioritas Polri dan penanganan kasus-kasus teraktual Polri. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Rei/kye/15.

Jakarta, Aktual.com — Indonesia Police Watch (IPW) menilai pemetaan daerah rawan konflik yang dilakukan Kepolisian tidak berguna. Pasalnya, meski telah melakukan pemetaan Polri tetap saja tidak bisa mengantisipasi insiden di Tolikara, Papua.

“Pemetaan daerah rawan konflik itu tidak akan ada gunanya dan konflik tetap saja terjadi, seperti di Tolikara, Papua,” sesal Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, melalui keterangan tertulisnya, Senin (20/7).

IPW berharap pihak Kepolisian bisa melakukan implementasi pengamanan dengan merujuk pada hasil pemetaan itu. Artinya, ketika pemetaan daerah rawan itu sudah dipaparkan, kinerja jajaran kepolisian di daerah rawan tersebut pun sudah harus disiagakan.

Jikalau terdapat pejabat polisi yang tidak melakukan hal tersebut, lanjut Neta, Kapolri dirasa harus bertindak tegas. Kalau perlu berikan sanksi pencopotan jabatan.

“Jika ada Kapolsek, Kapolres, dan Kapolda tidak komit, Kapolri jangan segan-segan untuk mencopotnya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kapolri mengatakan jika pihaknya memiliki peta daerah rawan konflik politik di Indonesia.

“Yang rawan konflik kita beri perkuatan lebih sehingga kita bisa mengantisipasi,” ujar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di kompleks Mabes Polri, Jumat (10/7).

Badorin pun sempat membeberkan daerah-daerah mana saja yang dianggap berpotensi timbulnya konflik, baik politik maupun sosial.

“Contohnya Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan beberapa provinsi lainnya. Di sana ada beberapa daerah yang kita anggap rawan,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh: