Surabaya, Aktual.com — Berniat mencari liburan, justru menjadi hari kelabu bagi keluarga Subhan, warga jalan Jepara Surabaya. Maklum, salah satu anaknya, Anang Mashuro (35), menjadi korban yang meninggal dalam peristiwa longsor Air Terjun Sedudo, Nganjuk Jawa Timur.

Kepergian almarhum meninggalkan seorang istri dan seorang anak perempuan yang masih berusia 3 tahun. Tepat pukul 09.00, Rabu, (22/7), jenasah Anang diberangkatkan dari rumah duka menuju pemakaman Mbah Ratu Surabaya.

Suara takbir mengiringi proses perjalanan jenazah. Tidak sedikit saudara dan kerabat turut mengantarkan jenazah sebagai perpisahan untuk yang terakhir kalinya. Namun, suara takbir pecah menjadi tangisan histeris ketika jenazah memasuki liang lahat.

Bahkan adik kandung almarhum yang tak kuasa menahan sedih, tubuhnya terkulai tak sadarkan diri di samping makam. Oleh kerabat yang lain, mereka yang pingsan langsung dibawa pulang. Maklum, kepergian Anang sama sekali tidak terduga dan tak ada firasat.

Ditemui usai pemakaman, ayak kandung Anang, Subhan, menceritakan bahwa sebelum kejadian, keluarga memang pergi silaturahmi di daerah Jombang.

“Di Jombang, kami semua bertemu dengan keluarga yang lain dan akhirnya memutuskan pergi berlibur ke Sedudo,” kata Subhan, dengan nada sedih.

Di tempat wisata Air terjun Sedudo, Nganjuk, Jawa Timur, keluarga Subhan tiba pada siang hari. Sebagian keluarga memilih mandi di air terjun termasuk Anang dan sebagian memilih duduk-duduk menikmati pemandangan alam sambil menggelar tikar.

Setelah beberapa jam, alangkah terkejutnya ketika terdengar suara gemuruh dari atas air terjun. Kepanikan makin menjadi setelah melihat pengunjung yang begitu banyak, berlarian menjauhi air terjun sambil berteriak histeris.

“Keluarga yang duduk di atas tikar juga panik. Tidak berani mendekat ke air terjun. Tapi juga tidak mau menjauh, karena masih ada keluarga yang ada di air terjun.” kata Subhan mengenangnya.

Lebih terkejut lagi, ketika keluarga mendengar jika Anang telah meninggal tertimpa batu. Seketika, liburan pun berubah menjadi momen duka yang mendalam. Keputusan untuk berlibur ke air terjun Sedudo, seolah menjadi beban kesalahan terberat.

Usai kejadian, jenazah dibawa ke RSUD Nganjuk. Kemudian pada malam pukul 23.00 wib, jenazah dibawa pulang ke rumah duka. Dalam perjalanan pulang, Subhan berharap bahwa suara sirine ambulan yang membawa jenazah anaknya itu adalah sebuah mimpi di tidur malam.

“Sampai di rumah, semua sudah siap menyambut jenasah. Dan itulah baru saya sadari, bahwa ini adalah takdir Tuhan. Dan saya masih tidak percaya.” tutup Subhan.

Artikel ini ditulis oleh:

Ahmad H. Budiawan