Jakarta, Aktual.co — Penasihat Hukum Didik Purnomo, Harry Ponto menilai, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam memvonis kleinnya tidak melihat fakta. Terlebih kliennya tidak terlibat langsung dalam korupsi proyek simulator SIM di Polri itu.
Dia mengatakan, hakim tidak bisa membuktikan jika Didik memang menerima uang dan berperan dalam meracik Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk proyek tersebut. Menurut dia, para hakim hanya berpegang pada fakta jika kliennya adalah sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Prinsipnya, kalau mendengar putusan tadi, banyak fakta sebenernya tidak ada keterlibatannya. Tidak ikut rapat persiapan, tidak ada. Kemudian sebagai PPK, HPS sudah disiapkan dan tampaknya sudah dikerjakan oleh tim, dia menandatangani,” ujar Harry usai sidang vonis Didik Purnomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/4).
Dia pun menyesalkan keputusan hakim yang memvonis kliennya lima tahun bui itu. Menurut dia, pengadilan selaku penegak hukum seharusnya tidak menjadi sebuah lembaga penghukuman.
“Kami menyesal seolah-olah yang masuk Tipikor, harus dihukum. Ini sebagai lembaga penghukuman. Padahal betul-betul tidak ada Brigjen (Didik) dan Rp50 juta.”Lebih jauh disampaikan Harry, jika hakim menganggap Didik sebagai PPK telah lalai sehingga menyebabkan timbulnya korupsi di tubuh Polri, menurutnya itu sangat tidak adil.
Hal senada juga disampaikan kuasa hukum Didik lainnya, Joelbaner Toendan. Dia mengatakan, selain seorang PPK, Didik juga menjabat sebagai Wakorlantas Polri. Hal itu menurutnya membuat Didik tidak bisa satu per satu memantau pengadaan proyek yang ada di lembaganya.
“Dalam Korlantas ada 16 proyek, PPK cuma satu. Jabatan Wakakorlantas tahu sendiri. Apa harus bekerja 27 jam? Dia korban jadi sistem. Dia tidak ada tunjangan tambahan jadi PPK. Kalau tidak ada, apakah hukuman pantas diterima?” kata Joelbaner.
Seperti diwartakan sebelumnya, hajelis hakim Pengadilan Tipikor memvonis pidana selama lima tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Didik Purnomo.
Dia terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi kasus dugaan korupsi Pengadaan Driving Simulator Uji Klinik Pengemudi Roda Dua (R-2) dan Roda Empat (R-4) Tahun Anggaran 2011 di Korlantas Polri.
Didik dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















