Jakarta, Aktual.co — Sidang lanjutan kasus kebakaran lahan sawit di Aceh Barat kembali digelar di Pengadilan Negeri Tapaktuan, Aceh Selatan. Sidang kali ini beragendakan menghadirkan dua saksi ahli meringankan yang diajukan oleh kuasa hukum mantan Astate manager PT Dua Perkasa Lestari (DPL), Mujiluddin.
Saksi ahli meringankan pertama yang dihadirkan yakni dosen Ilmu Tanah dari Institut Pertanian Bogor Basuki Sumawinata dan dosen Ekologi dan Biologi Tanah Gunawan Jayakirana. Dalam kesaksiannya, Basuki menilai, keterangan saksi ahli yang dihadirkan JPU pada persidangan sebelumnya sangat aneh dan ekstrim. 
“Tanah gambut mengandung kadar kandungan aluminiumnya hingga 6,72 persen. Hal yang paling kasat mata dalam laporan tersebut terlihat dalam kandungan CO organik tanah gambut hingga tiga persen. Jika saya dosen atau kepala lab, ada hasil yang menunjukkan demikian pasti saya suruh ulang,” kata dia di hadapan majelis hakim, Rabu (22/4).
Apalagi, sambung Basuki, penelitian yang dilakukan olehahli sebelumnya dilakukan dengan prosedur yang meragukan.  “Sampel tanah dari lahan yang terbakar harusnya dibawa ke laboratorium dengan sangat hati-hati dengan menggunakan alat khusus, cold box. Tanah sampel tidak bisa dimasukkan plastik dan diikat sembarangan, sebab dapat mematikan mikro organisme yang dikandung dalam sampel. Kalau dilanjutkan hasilnya bisa bias dan tidak valid.”
Sedangkan lahan yang terbakar, Basuki menemukan arang bekas lahan yang terbakar. Namun hal tersebut tidak merubah fungsi tanahnya. “Lahan itu bisa disebut rusak jika tidak lagi berfungsi.”
Pada keterangan saksi sebelumnya disampaikan abu sisa lahan yang terbakar dapat digunakan sebagai pupuk. Menanggapi hal tersebut Basuki menilai hal tersebut merupakan pandangan kuno. 
“Pembakaran itu memang membantu karena pupuk masih sulit diperoleh dan berguna untuk jenis tanaman pangan yang masa tanamnya sebentar. Namun saat ini, pupuk sudah mudah di peroleh. Apalagi untuk perkebunan sawit yang memiliki jangka tanam lama, pupuk yang berasal dari abu pembakaran lahan tidak efektif lagi.”
Sementara itu saksi ahli meringankan kedua yang juga dosen Ekologi dan Biologi Tanah Institut Pertanian Bogor, Gunawan Jayakirana, menilai hasil analisis ahli sebelumnya terkontaminasi. 
“Ini analisis abal-abal. Sampelnya tanah gambut tapi hasil analisisnya tanah mineral. Banyak hal yang ekstrim dan tidak mungkin. Kalau saya jadi dosen yang menilai, saya minta diulang. Analisis ini tidak valid dan menyimpang”, kata dia.
Menurut Gunawan, tata cara pengambilan sampel yang dilakukan juga tidak memenuhi kaedah ilmiah. “Tanah sampel tidak boleh diambil dari area yang dekat dengan saluran air. Tanah sampel tersebut juga tidak bisa dibawa sembarangan. Agar aman dan steril harus dimasukkan dalam tabung colf box” ujarnya.
Menurut Gunawan, hasil analisis sampel tanah yang dilakukannya menunjukkan tidak terjadi kerusakan pada tanah gambut. “Tanah masih berfungsi dan bisa ditanami sawit, tidak ada yang rusak. Kebakaran tersebut juga tidak berbahaya bagi lingkungan hidup karena hanya kecil dan hanya terjadi pada bagian permukaan,” kata dia.
Sementara itu, terdakwa Mujiluddin usai menjalani sidang merasa menjadi korban ketidak adilan. Sebab kebakaran lahan itu merupakan murni musibah. 
“Saya dan pihak dari Polres bahkan ikut memadamkan api. Polres juga sudah mengeluarkan surat keterangan atas musibah kebakaran tersebut. Saya sudah mendapat musibah kebakaran, sekarang malah menjadi terdakwa. Saya merasa dilizolimi,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu