Jakarta, Aktual.com —  Pemerintah menaikkan tarif impor barang konsumsi untuk menggenjot daya saing produk domestik, meskipun kebijakan tersebut bertolak belakang dengan upaya mengembalikan daya beli konsumen.

Ekonom Senior Bank Mandiri, Andry Asmoro justru mengatakan sebaliknya, kenaikan tarif impor tersebut tidak mempengaruhi daya beli masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

“Kalau dilihat barang-barang yang dikenakan tarif harusnya tidak berpengaruh banyak ke daya beli masyarakat bawah. Karena seperti alkohol, ice cream dan kosmetik impor itu lebih berpengaruh kepada masyarakat menengah ke atas,” ujar Andry kepada Aktual.com, Rabu (29/7).

Lebih lanjut dikatakan dia, kebijakan tersebut juga tidak berdampak signifikan pada inflasi. Pasalnya, barang-barang yang terkena kenaikkan tarif bea masuk bukanlah komoditi utama penyebab inflasi.

“Penaikkan tarif impor akan berpengaruh ke inflasi, tapi tidak setinggi kalau daging sapi, bawang, atau cabai yang dikenakan tarif. PR (pekerjaan rumah) buat pemerintah juga sebenarnya untuk mendukung industri yang import substitute,” pungkasnya.

Seperti diketahui, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, terdapat 1.151 pos barang konsumsi yang dinaikkan tarif bea masuknya dan hanya 4 pos yang diturunkan tarifnya.

Dengan PMK tersebut, maka tarif baru impor barang konsumsi secara rata-rata naik 8,83 persen, dari sebelumnya 7,26 persen. Pemerintah mengklaim kebijakan tersebut dilakukan untuk harmonisasi tarif yang selama lima tahun tidak dilakukan.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka