Medan, Aktual.com – Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Agus Suriadi menilai masih maraknya ‘mahar’ dalam pentas-pentas politik nasional maupun daerah, menjadi indikasi belum berubahnya perilaku organisasi di Indonesia secara ideal.
Diakuinya, fenomena mahar politik di Indonesia memang bukan barang baru dan sudah menjadi tren sejak berlakunya pemilihan di parlemen maupun saat rezim pilkada langsung.
Kendati demikian, kata dia, di dalam terminologi politik sebenarnya istilah mahar politik tidak dikenal. Hanya saja keberadaanya di Indonesia menjadi sesuatu yang lumrah dan dianologikan bak seseorang jejaka yang ingin melamar gadis.
“Dan salah satu syaratnya harus ada mahar atau pemberian yang bersifat hangus,” tutur Agus kepada Aktual.com di Medan, Jumat (31/7).
Pada prakteknya, sambung Agus, meskipun beberapa partai mengklaim tidak memberlakukan mahar politik, tetap saja pemberian yang diberikan kepada parpol dapat dikategorikan sebagai mahar.
“Ada bentuk lain pemberian yang diberikan dan prakteknya sama saja (mahar politik),” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: