Jakarta, Aktual.com — Sebagai partai politik yg dilahirkan oleh NU pada 1 Januari 1973, PPP menyerukan agar perhelatan Muktamar NU ke-33 di Jombang dapat menciptakan pelaksanaan musyawarah yang aspiratif, sejuk dan tertib.

“Konsep pemilihan pimpinan PBNU, baik rais ‘aam maupun ketua umum tanfidziyah, hendaknya didasarkan atas aspirasi mayoritas muktamirin, mengingat muktamar sesuai ad/art NU, adalah forum tertinggi kedaulatan anggota. Pemaksaan konsep tertentu, apakah ahlul halli wal ‘aqdi (ahwa) atau lainnya, hanya akan menjauhkan muktamar dari semangat kedaulatan muktamirin,” ujar Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy dalam keterangan tertulisnya yang diterima Aktual, Sabtu (1/8).

Pimpinan PBNU ke depan, lanjut dia, hendaknya adalah figur yg mampu berdiri di atas dan untuk semua golongan.

“Khittah NU 1926 yg ditegaskan dalam Muktamar NU di Situbondo (1984) dan Lirboyo (2009) harus teguh dijadikan pedoman, untuk tidak membuat NU turun pangkat menjadi milik golongan atau kekuatan politik tertentu,” tegasnya.

Lebih lanjut dikemukakan dia, dengan besaran jumlah pengikut dan moderasinya, NU tidak sepatutnya direduksi menjadi hanya alat, bahkan ‘onderbouw’ kekuatan politik atau golongan tertentu.

“Pemimpin NU ke depan harus mampu meletakkan dirinya imparsial dlm menjawab tantangan global, bukan mereduksi diri pada kepentingan primordial, taktis, bahkan, partisan,” imbuhnya.

Jargon “Islam Nusantara” yg diniatkan mewadahi moderasi dan kesemestaan hadirnya Islam, hendaknya merupakan cerminan ideal Islam yg merupakan salah satu pilar peradaban.

“Jangan sampai menjadi jargon yang justru ditumpangi kepentingan liberalisme, pluralisme (bukan pluralitas), dan relativisme, agama,” tandasnya.

Romahurmuziy berharap untuk ke depan, NU adalah NU yang mengayomi seluruh agama, seluruh ormas Islam, seluruh partai politik, seluruh lembaga negara, seluruh lapisan sosial masyarakat, seluruh bangsa Indonesia, dan seluruh dunia.

Artikel ini ditulis oleh: