Surabaya, Aktual.com —Peserta Muktamar NU ke-33 asal Kalimantan Timur, Bahrudin, menyayangkan proses pembahasan tata tertib yang berlangsung alot dan cenderung penuh interupsi provokatif. Bahrudin yang sempat menangis saat pembahasan berlangsung merasa malu atas kondisi tersebut.

Pada pembahasan tatib yang dipimpin Slamet Effendi Yusuf di Alun-alun Jombang, Minggu (2/8), Bahrudin yang mengenakan baju putih-putih dari bagian depan sebelah kanan pimpinan pleno tiba-tiba muncul. Seluruh peserta muktamar diam saat Bahrudin bicara.

Ditemui Aktual bersama media lain usai pembahasan diskors hingga pukul 20.00 Wib, Bahrudin menyampaikan keprihatinannya.

“Saya pribadi sangat sedih, karena di saat bersamaan Muhammadiyah lancar. Kita ini kan dijadikan contoh, bukan hanya untuk wilayah dan cabang sampai ranting, bahkan organisasi nasional hingga internasional,” terangnya.

Secara umum, Bahrudin membagi ‘perseteruan’ dalam pembahasan dalam dua kubu. Keduanya disebutnya sama-sama mempunyai pendukung fanatis. Sebab itu dalam pembahasan tatib saling serang satu sama lain.

Untuk poin ini, keduanya sudah mempertimbangkan dengan baik strategi yang akan dijalankan. Bagaimanapun pembahasan tatib turut menentukan arah dukungan pada calon.

“Masing-masing tentu sudah membaca segala kemungkinan dengan jeli hal-hal yang dianggap penting,” katanya.

“Saya berharap masing-masing pihak bisa menahan diri, jangan sampai ada insiden pemukulan dan kekerasan lainnya,” lanjut Bahrudin.

Sebagai warga Jamiyah Nahdliyin, ia berharap setiap permasalahan yang muncul ada penyelesaian terbaik atau win-win solution. Dicari jalan terbaik tanpa menyakiti satu sama lain.

‎Untuk diketahui, Sidang Pleno I yang membahas tentang tata tertib Muktamar NU ke-33 diwarnai hujan interupsi. Sholawat berkali-kali dikumandangkan untuk menahan emosi peserta, sebab interupsi yang dilayangkan bersahutan satu sama lain.

Di sisi lain, pimpinan pleno Slamet Effendi Yusuf dianggap tidak tegas terhadap peserta. Pleno yang dimulai sekitar pukul 14.30 Wib mengalami deadlock saat membahas Bab V, khususnya Pasal 14.

“Pimpinan Sidang ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama” demikian bunyi pasal dimaksud.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pimpinan pleno akhirnya memutuskan skors hingga pukul 20.00 Wib.

Artikel ini ditulis oleh: